Lihat ke Halaman Asli

Okto Klau

TERVERIFIKASI

Penulis lepas

Ada Masalah Krusial yang Perlu Diperbaiki dari Sekadar Pemberian Kewarganegaraan Ganda Bagi Diaspora

Diperbarui: 8 Mei 2024   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Paspor Indonesia. Shutterstock via Kompas.com

Pemberian kewarganegaraan ganda kepada warga negara diaspora sangat menarik.

Disinyalir, hal ini dapat menjadi daya magnet tersendiri untuk menggaet para diaspora untuk kembali ke Indonesia.

Data Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM) 2023, diaspora Indonesia ada sekitar 6 juta orang. Ini merupakan aset SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang sangat kaya.

Masih dari data Kemenkumham 2023, diaspora Indonesia tersebut tersebar di 18 negara di dunia, yaitu Malaysia, Singapura, Australia, Cina, Suriname, Madagaskar, Amerika Serikat, Belanda, Timor Leste, Qatar, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Jerman, Korea Selatan, Afrika Selatan, Kaledonia Baru, Hongkong, dan Taiwan.

Para diaspora ini merupakan warga negara Indonesia yang cukup berhasil di negara orang. Sayangnya mereka telah berganti kewarganegaraan atau telah menjadi warga negara lain sehingga menyulitkan mereka untuk kembali ke tanah air.

Kemenkumham sendiri memberi batasan siapa warga negara Indonesia yang disebut diaspora.

Mereka itu adalah yang memiliki keterikatan dengan Indonesia secara yuridis maupun sosiologis. Secara rinci diaspora dapat diklasifikasi sebagai berikut para WNI berpaspor Indonesia, eks WNI, keturunan Indonesia, dan para pencinta Indonesia.

Lalu mengapa para diaspora ini enggan kembali ke negeri sendiri? Padahal negeri sendiri sangat membutuhkan sumbangan tenaga dan pikiran mereka demi kemajuan bangsa ini.

Beberapa faktor ini disinyalir menjadi alasan diaspora sulit atau enggan kembali ke tanah air seperti yang dirangkum oleh Robert Walters dalam Fortune.

Pertama, adanya perbedaan standar besaran dan kompetensi yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan asing dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Hal ini diperkuat lagi dengan anggapan bahwa kompetensi ahli lebih dihargai di luar negeri dari pada di dalam negeri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline