Meminjam istilah dari Ketum PSI Kaesang Pangarep bahwa politik itu memang harus santai dan santuy.
Diplomasi meja makan ala Jokowi memang bermuara ke politik yang santai dan santuy. Tempat yang paling santai dan penuh dengan suasana keakraban itu adalah meja makan.
Pepatah lama mengatakan bahwa kita tidak boleh membicarakan politik, agama, atau persoalan-persoalan besar di meja makan. Mungkin pepatah ini benar untuk satu konteks dan satu masa. Kini semuanya sudah berubah. Justru banyak keputusan besar yang diambil seringkali terjadi di meja-meja makan.
Di zaman yang semakin ditandai dengan ketidaksopanan dan nir etika, kita memerlukan tempat di mana kita dapat mengembalikan semua nilai itu dan bisa berbicara dari muka ke muka, dan dari hati ke hati secara santai dalam suasana keakraban. Tempat yang baik itu adalah meja makan.
Ada sebuah kisah sederhana. Seorang teman dalam satu kunjungan kepada saya dan beberapa teman mengundang kami untuk makan bersama di sebuah rumah makan.
Di sana banyak topik yang kami bicarakan. Mulai dari mengulik kembali cerita-cerita seru ketika masih sekolah dahulu dan berbagai pengalaman yang tak terlupakan di sana, juga sharing pengalaman kami masing-masing.
Pada akhirnya cerita-cerita kami bermuara pada curhatan tentang keadaan keluarga teman saya ini. Dia mulai menguraikan dengan terbata-bata persoalan-persoalan dalam keluarganya, mulai dari hubungannya yang kurang harmonis dengan istri dan keluarga besarnya, dan seterusnya.
Kami mulai bertukar pikiran, termasuk juga memberikan beberapa nasihat dan tips untuk merajut benang-benang kusut antara istri dan keluarga besarnya.
Semua nasihat dan saran itu kami sampaikan dalam situasi yang benar-benar rileks dan santai sehingga teman kami ini tidak merasa sedang digurui.