Setelah pulih dari Pandemi dan hampir seluruh aktivitas kita sudah kembali berjalan normal, kita dihadapkan kepada pertanyaan, mau kemanakah kita?
Perayaan Natal kali ini mengajak kita untuk bisa menemukan "jalan lain" yang bisa membantu kita untuk selamat sampai tujuan hidup ini.
Mengutip pesan Natal bersama dari PGI-KWI yang diambil dari Injil Matius 2:12, "maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain".
Maka Natal perayaan sukacita ini harus juga membawa umat Kristiani untuk bisa menemukan banyak jalan lain agar bisa bangkit dari hantaman badai pandemi dan kerusakan alam saat ini.
Apabila tahun lalu, Natal masih dirayakan dengan memberlakukan protokol kesehatan yang ketat, kini kita sudah bisa dengan leluasa merayakannya tanpa pembatasan yang ketat. Kita dapat merayakannya dengan penuh suka cita dan kegembiraan.
Namun kegembiraan dan sukacita Natal harus sampai kepada perubahan dalam berbagai pola tindak dan berpikir kita. Mindset kita harus juga berubah.
Perayaan Natal sesungguhnya merupakan sebuah perayaan akan kelahiran baru, bukan hanya kelahiran Sang Bayi Natal, tetapi kita pun harus lahir baru dengan semangat yang mengarah kepada sebuah metanoia (pertobatan).
Semangat tobat yang mau kita bangun sebagai "jalan lain" yang mesti kita tempuh yaitu tobat ekologis.
Damai yang dibawa oleh bayi Yesus mau mengajak kita untuk kembali membangun relasi yang baik dengan Sang Pencipta, sesama dan alam.
Semua orang pasti mengamini bahwa damai itu tidak eksklusif dan hanya milik segelintir orang. Damai itu juga bukan hanya milik orang-orang Kristen yang merayakan Natal. Damai itu sangat universal dan milik semua orang.
Tetapi damai sejati tidak segampang ucapan selamat damai Natal yang sering kita tulis di berbagai aplikasi perpesanan di media sosial terutama di Hari Raya Natal seperti saat ini.