Wacana penghapusan PR bagi siswa SD dan SMP ini menarik. Lebih tepatnya menarik untuk ditelisik, apakah ini merupakan sebuah langkah maju atau langkah mundur dalam dunia pendidikan kita.
Kita patut mengapresiasi pemerintah yang semakin gencar membenahi sistem pendidikan kita. Tetapi disayangkan, banyak kali pula pemerintah belum menyentuh esensi dari pendidikan yang sebenarnya. Pemerintah masih mengurusi hal-hal remeh temeh dalam pendidikan semisal seragam untuk anak-anak didik.
Padahal esensi pendidikan sesungguhnya adalah memanusiakan manusia.
Saya mempunyai sebuah pengalaman menarik soal PR. Pengalaman itu adalah pengalaman bersama salah seorang anakku.
Ketika masuk SD kelas 1 semester dua, semua sekolah langsung diberlakukan belajar dari rumah (BDR) akibat pandemi covid-19. Saat ini anak saya duduk di bangku kelas 3 SD.
Saya harus jujur, anakku ini mengalami kesulitan dalam hal calistung (baca, tulis, dan berhitung). Pengaruh pandemi covid 19 yang begitu lama membuat anak saya tertinggal dalam banyak hal.
Apalagi sejak kelas 1 SD mereka dirumahkan dan hanya belajar jarak jauh atau belajar dari rumah.
Apabila sebelumnya sudah ada ribut-ribut soal learning loss, bisa jadi salah satu korbannya adalah anakku.
Saat BDR semua nomor wa orang tua dimasukkan dalam satu group WA. Nomor WA saya digabungkan ke group kelas 1 waktu itu.
Sejak itu tugas-tugas sekolah selalu di-share melalui WA group. Jangan bertanya tentang pembelajaran online karena itu tidak pernah terjadi di sekolah anak saya.
Banyaknya anak yang belum memiliki hp android menjadi kendala untuk bisa dilangsungkan pembelajatan online.