Sampai saat ini Undang-Undang Dasar 1945 masih menjadi dasar konstitusi bagi negara kesatuan Republik Indonesia.
Sejak masa reformasi, Undang-Undang Dasar yang mulai berlaku 5 Juli 1949 ini telah diamandemen sebanyak empat kali. Tujuan amandemen sebagaimana dilansir oleh Kompas.com adalah untuk memperjelas hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Dari keempat amandemen ini, amandemen 1, 2, 3 berfokus pada pengaturan dan pembatasan kekuasaan dan para penyelenggara negara.
Hanya amandemen ke-4 yang mengutak atik perubahan dalam bidang pendidikan, perekonomian, juga aturan peralihan dan tambahan.
Mencermati amandemen yang ada, kita bisa melihat bahwa porsi terbesarnya adalah untuk mengatur dan mengontrol hasrat politik para penguasa.
Karena itu, dengan munculnya wacana punundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden, maka pertanyaan yang muncul, apakah perlu lagi membongkar Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk amandemen agar wacana ini bisa menjadi kenyataan?
Sebagaimana kita tahu bersama, beberapa minggu terakhir bangsa ini kembali ribut. Para elit sibuk berwacana ria soal perlu atau tidaknya penundaan pemilu 2024 yang punya konsekuensi pada perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Menurut informasi yang diturunkan oleh media-media online, wacana penundaan pemilu dihembuskan oleh tiga Ketua Umum Partai Politik.
Ketiganya itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Tentu usulan ketiganya berangkat dari sebuah pertimbangan dan (mungkin) juga perhitungan politis tertentu atas situasi dan keadaan bangsa ini.