Lihat ke Halaman Asli

Okto Klau

TERVERIFIKASI

Penulis lepas

Dahaga Sepak Bola Kita (Menantikan Final Leg 1 Indonesia vs Thailand)

Diperbarui: 29 Desember 2021   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: cnnindonesia.com

Masih segar dalam ingatan ketika bocah-bocah ajaib yang berusia rata-rata 17 dan 18 tahun yang berjumlah 20 orang menjuarai piala AFF U-19 tahun 2013 lalu. Ada Evan Dimas Darmono, Maldini Pali, Yabes Roni, Ilham Udin Armain, dan beberapa nama lain dari skuad 20 besutan Coach Indra Safri. Setelah menjuarai Piala AFF U-19 tahun 2013 itu, Evan Dimas dan kawan-kawan dieluk-elukkan dimana-mana. Media-media massa dalam negeri dan luar negeri begitu antusias mengabarkan kepada pembacanya tentang keberhasilan ini. Inilah salah satu era emas persepakbolaan bangsa Indonesia. Rasa nasionalisme berada di puncaknya. Dalam benak banyak orang, Evan Dimas dkk, akan menjadi masa depan persepakbolaan kita.Namun fakta berbicara lain. Setelah kejuaraan itu berakhir, bocah-bocah ajaib itu pun hilang tanpa khabar. Ada yang memang berkarir di kancah sepak bola kasta tertinggi di tanah air, namun skill dan kemampuan mereka juga mulai pudar seperti termakan oleh waktu.

Saya ingat kala itu, ada seseorang  yang menurunkan sebuah ulasan menarik tentang Evan Dimas dkk dengan judul Neverland untuk Evan Dimas dan kawan-kawan. Ia berandai-andai  kiranya Evan Dimas dkk., tidak pernah menjadi dewasa. Menurutnya biarkan mereka tetap di usianya 17 -- 18 seperti saat itu. Anak-anak ajaib ini memang tak mengenal rasa takut di dalam diri mereka. Bahkan Evan Dimas pernah berkata bahwa tidak ada yang tidak bisa dikalahkan kecuali Tuhan. Kepercayaan diri ini bukanlah suatu isapan jempol belaka. Evan Dimas tampak "sombong" dengan bola di kakinya saat ada di tengah lapangan hijau. Ini seperti ekpresi Pater Pan yang angkuh ketika meloncat ke singgasananya yang dikerubuti teman-teman kecilnya.

Sayangnya, masa emas itu sudah berlalu. Sudah 8 tahun ketika eforia itu terjadi di seantero bumi Indonesia. Kini kita harus kembali kepada kenyataan. Anak-anak ajaib itu akhirnya harus menghadapi kenyataan mereka harus menjadi dewasa dan harus pula "terpapar" virus orang-orang dewasa yang penuh intrik dan tipu muslihat. Ah, mungkin saya agak berlebihan. Tetapi kita tidak bisa mengelak dari fakta ini. Persepakbolaan kita sampai dengan saat ini tidak maju karena intrik-intrik orang-orang dewasa yang katanya sudah banyak pengalaman dalam mengelolah dunia sepakbola dan memiliki amunisi yang mumpuni dalam mengelolah organisasi sepak bola kita.

Kini tinggal menghitung jam, saat di mana Tim Merah Putih, tim kesayangan kita berlaga di partai puncak piala AFF untuk yang ke 8 kalinya. Final leg pertama akan tersaji di lapangan hijau yang tentunya akan kita tonton lewat layar kaca atau lewat jaringan digital internet.

Biarlah Shin Tae-yong bebas meramu anak-anak asuhnya untuk menghadapi Thailand. Sebagai pelatih yang telah melalang buana di sepak bola internasional, ia pasti tahu dan kenal baik potensi-potensi anak-anak didiknya. Salah satu hal yang dikomentari oleh STY tentang pemain kita adalah soal stamina dan stamina ini harus dilatih. Memang butuh waktu, katanya. Tetapi dengan tekad yang kuat dan latihan yang tepat, para pemain bisa mencapai itu.

Kita berharap, kepala kita boleh tegak kembali dan bisa meraih apa yang telah lama kita impi-impikan, yaitu menjuarai piala AFF. Kita harus menang kali ini agar predikat tim spesialis final AFF yang disematkan kepada tim sepak bola kita, bisa kita patahkan. Ya, kutukan finalis Piala AFF harus diruntuhkan dan dipatahkan.
Kita tidak bisa hanya berkhayal untuk tidak pernah menua dan tidak memiliki rasa takut seperti Peter Pan dalam Neverland, tetapi kita harus kembali kepada kenyataan. Kita hanya membutuhkan pelatih yang bagus, disiplin diri yang tinggi dalam berlatih dan menghilangkan segala bentuk kesembrawutan dalam dunia persepakbolaan kita.

Shin Tae-yong bawalah kami kepada impian itu. Semoga dahaga kami dipuaskan oleh permainan anak-anak didikmu di lapangan hijau.

Hidup Asnawi, Egi Maulana Vikri, Evan Dimas, dkk., tidak banyak yang kami harapkan dari kalian. Bermainlah seolah-seolah tanpa beban. Tidak ada lawan yang tak bisa dikalahkan kalau kita memiliki rasa percaya diri yang kuat. Anggaplah para pemain Thailand seperti penghalang-penghalang yang kalian gunakan saat latihan.

Sukses dan bravo Timnas Indonesia. Selamat pagi!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline