Ideologi bangsa menjadi dasar dalam pembangunan sistem pemerintahan dan bagaimana mengatur rumah tangga suatu negara. Pilihan berada pada budaya dan terbentuk oleh akar sejarah masing-masing.
Penentuannya tentunya beragam dan penuh pertimbangan. Karena sampai saat ini tidak ada suatu negara yang dikatakan berhasil dalam mengelola sistem pemerintahan berdasar ideologi-nya. Bahkan negara adidaya Amerika dan Rusia menurut kacamata ideologi sebagai rivalitas abadi.
Demokrasi yang dibangun sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Negara kepulauan Indonesia yang memiliki wilayah dibatasi oleh lautan, serta beragam budaya memerlukan kesatuan suara.
Demokrasi Pancasila mampu menyerap perbedaan menjadi satu. Sayangnya hal ini sering diciderai oknum golongan yang ingin mengangkat komunisme/sosialis/marxisme/leninsme dalam kedok pemerataan.
Rata atau adil belum tentu harus sama. Kesamaan dalam tujuan untuk memperoleh kesejahteraan sesuatu yang lumrah. Tapi apakah tujuan itu harus berdasar materilisme. Tentu timbul pertanyaan, apa yang salah dengan Komunisme jika diterapkan di Indonesia?
Jika menelaah lebih jauh, maka saat Marx mendesain teori komunis atas dasar ketidakpuasan terhadap keberadaan status dan perlakukan sosial buruh. Memandang perkembangan negara, dalam prespektif sosial, ekonomi dan politik pada parameter ekonomi saja.
Beda lagi dengan Lenin yang beranggapan untuk memperoleh keinginan ideologi dengan mencipatkan masiv-revolution. Stalin cukup unik, teori yang diangkat dengan menutup atau melarang atas masuknya orang asing dari negara lain dan pengawasan secara aktif pada masyarakatnya.
Seluruh teori yang dikemukakan mengandung unsur kepemimpinan diktator, artinya seluruh perputaran sistem pemerintah akan dipegang oleh individu baik politik dan kehidupan masyarakatnya. Bahkan Marx tidak serta merta mengatakan bahwa agama itu salah, dan tidak pula melarang adanya agama. Bagi Marx agama dapat mengontrol atau ketergantungan terhadap-nya. Konteks ikhlas dan pasrah terhadap kondisi yang dialami berdasarkan ketentuan agama, menjadi bumerang bagi teori yang diciptakan.
Materilisme yang menjadi alasan utama dalam perkembangan suatu negara. Hal ini bertentangan dengan basis negara Indonesia yang berhaluan politik, keputusan dan kebijakan tanpa memisahkan agama sebagai landasannya. Tentunya masyarakat yang beradab dan berbudi pekerti akan meyakini agama selalu mengajak kepada kebaikan.
Interpretasi berbeda-lah yang menganggap agama sebagai suatu beban. Khususnya masyarakat Indonesia yang memperoleh kemerdekaan justru termotivasi oleh kekuatan agama.
Sebagai masyarakat yang kritis tentu dapat memilih dan memilah mana framework yang sepadan. Bahwa ada demokrasi Indonesia yang belum sempurna memang wajar. Sebagai negara berkembang dan terus menyatakan jati diri sebagai negara yang berdaulat, maka harus terus dibenahi.