Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fauzi

Karyawan

Percaya Kepada Penyelenggara Pemilu

Diperbarui: 26 April 2019   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sudah satu minggu lebih pelaksanaan Pemilihan Umum untuk periode 2019-2024 dilaksanakan secara damai. Pemilu yang diadakan kali ini sekaligus melakukan pemilihan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. 

Jika sebelumnya Pemilu hanya diadakan untuk memilih calon legislatif maka pada tahun ini dilakukan serentak dengan memilih calon anggota legislatif di tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi, Pusat, DPD dan juga memilih calon presiden dan calon wakil presiden. Pelaksanaan Pemilu serentak ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Namun pelaksanaan pemilihan umum kali ini meninggalkan banyak perbincangan baru. Dari mulainya hasil Quick Count yang tidak diakui oleh pasangan Prabowo-Sandi, deklarasi kemenangan Prabowo-Sandi, sampai adanya kabar duka meninggalnya para pelaksana pemilihan umum yang jumlahnya tidak sedikit. 

Permasalahan semakin diperparah dengan adanya tuduhan penyelenggara pemilu pada tahun ini melakukan kecurangan dengan memihak calon petahana.

Untuk pelaksanaan Pemilu di tanah air baiknya terlebih dahulu masyarakat mengetahui lembaga penyelenggara Pemilihan Umum. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1 ayat 7, disebutkan bahwa penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.

Dikutip dari "Memperkuat Peran dan Fungsi Bawaslu dalam Pengawasan dan Penegakan Hukum Pemilu", penulisnya Siti Hamimah menjelaskan, penyelenggara Pemilu merupakan elemen yang sangat berperan signifikan dalam mengimplementasikan gagasan Demokrasi prosedural nan substantif. Secara normatif penyelenggara Pemilu ialah lembaga-lembaga yang disebut dalam peraturan perundang-undangan untuk menyelenggarakan Pemilu. 

Adapun yang dimaksud penyelenggaraan Pemilu ialah ialah pelaksanaan tahapan Pemilu yang dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu. Oleh karena itu, lazim apabila sebagian pakar hukum tata negara menyebut penyelenggara Pemilu merupakan nahkoda dari Pemilu yang menentukan bagaimana dan ke arah mana Pemilu akan berlabuh.

Sebagaimana diketahui bersama, para anggota KPU dan juga Bawaslu dipilih oleh anggota Komisi II DPR. Para anggota KPU dan Bawaslu yang menjabat pada periode ini dipilih secara voting pada 5 April 2017. Mekanisme voting dilakukan berdasar pada kesepakatan rapat anggota Komisi II. Masing-masing legislator memilih satu dari 14 nama calon anggota KPU dan satu nama lainnya dari 10 calon anggota Bawaslu.

Para penyelenggara Pemilu bukanlah orang-orang pilihan langsung dari pemerintah melainkan mereka dipilih oleh para anggota Komisi II DPR yang berasal dari berbagai anggota partai politik. Langkah selanjutnya dalam mengurangi potensi kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu ialah dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam mengawasi Pemilu.

Masih dalam jurnal Siti Hamimah, dijelaskan meski penyelenggara Pemilu merupakan aktor utama dalam penyelenggaraan Pemilu, mengesampingkan elemen masyarakat sipil (civil society) dalam agenda demokrasi bukan suatu langkah yang bijak. Selain konsep demokrasi memang menghendaki partisipasi publik, namun keterbatasan sumber daya para penyelenggara Pemilu merupakan suatu alasan yang realistis untuk melibatkan masyarakat sipil dalam penyelenggaraan Pemilu. 

Bahkan, partisipasi masyarakat dalam agenda demokrasi juga sangat penting sekaligus mendesak untuk dibangun dan ditingkatkan. Hal ini untuk menyakinkan pesimisme terhadap demokrasi modern, seperti yang diungkapkan Walter Lippmann, bahwa peranan publik dalam "teori demokrasi modern" sekedar "kawanan yang kebingungan", sebab masyarakat hanya sebagai penonton, bukan partisipan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline