Musim lalu supporter Indonesia seakan menyepakati sebuah kampanye bersama untuk menyuarakan penolakan kekerasan terhadap supporter. Hal ini berawal dari kejadian yang dialami oleh kawan-kawan Jakmania yang berniat hadir ke stadion Jalak Harupat untuk mendukung Persija dan atas deklarasi damai yang dicanangkan oleh pihak kepolisian. Namun apa daya, niat baik tersebut harus berakhir di luar yang diperkirakan oleh kita semua. Jakmania mendapat tindak kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian daerah Jawa Barat di dalam tol Cikampek. Dari kejadian tersebutlah muncul gerakan #StopKekerasaTerhadapSupporter. Lantas pihak mana saja kah yang perlu menjaga hal tersebut agar tetap berjalan sesuai dengan kekinian? Apakah kita hanya menuntut pihak kepolisian agar tidak melakukan tindakan kekerasan kembali terhadap supporter atau kita juga sebagai supporter ikut melakukan hal yang sama agar tidak melakukan kekerasan terhadap supporter lainnya? Ini menjadi bahan perenungan kita bersama sebagai bagian dari sebuah kelompok supporter.
Setelah kejadian di tol Cikampek tersebut kita semua berharap agar kejadian serupa tak terulang kembali. Riwayat kelam itu menjadi sebuah pelajaran untuk kita bersama dalam mewujudkan satu cita-cita yang agung, sepakbola sebagai alat untuk mengeratkan kesatuan dan persatuan. Tak ada lagi tindak kekerasan yang dialami seorang supporter yang dilakukan oleh pihak berwajib. Tak ada lagi pelarangan kehadiran supporter ke stadion oleh pihak berwajib. Itu satu keinginan kita sebagai supporter untuk diberikan sebuah ruang yang leluasa untuk mendukung sebuah tim kebanggaan.
Lantas apa yang kita mesti lakukan sebagai supporter terhadap supporter lain. Sejarah kelam akan selalu ada. Saat ini yang perlu kita lakukan ialah sebuah upaya bagaimana supporter melakukan sebuah perbaikan agar dunia yang kita semua sukai ini sebagai tindak lanjut untuk melestarikan persatuan dan kesatuan.
Supporter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah pendukung atau pemberi semangat pada sebuah pertandingan. Jelas, kehadiran mereka ialah untuk mendukung sesuatu yang mereka cintai. Begitupun dengan supporter sepakbola, mereka hadir ke stadion dengan tujuan utama dan merupakan tujuan satu-satunya ialah untuk mendukung tim kebanggaannya dengan hal-hal yang kreatif dan positif yang mampu menyemangati dan memberi nilai tambah rasa kepercayaan diri pemain di atas lapangan, bukan dengan melakukan tindakan yang merugikan tim. Seharusnya apapun itu komunitas supporternya, mereka tetap menjaga nama baik induk organisasi utama supporter tersebut dan klub keabanggaan mereka. Bukan malah menjadi api dalam jerami yang merusak segalanya.
Jadi, apa yang telah kita sepakati bersama untuk menolak kekerasan terhadap supporter, cara mewujudkannya ialah kita mampu memberikan rasa nyaman terhadap supporter lainnya. Bukan hanya sekedar menuntut polisi dan pihak berwajib lainnya agar tidak melakukan sebuah represi yang berlebihan terhadap supporter. Halaman-halaman kelam telah terjadi, mari kita buka halaman-halaman selanjutnya dengan upaya-upaya yang mampu menjaga nama baik sepakbola, tim kebanggaan, dan tentunya pula nama baik kita sebagai seorang supporter agar sepakbola mampu menjadikan kita bersaudara seutuhnya.
Semua pihak meski bekerja keras untuk mewujudkannya. “Jangan sampai kebencian terhadap tim lain melebihi kecintaan kita terhadap Persija”, sebuah pesan berharga dari Bung Ferry.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H