Bagi beberapa orang berita mengenai pindah agama selalu menarik. Apalagi jika hal tsb menyangkut seorang selebritis atau tokoh yang terkenal. Lebih-lebih jika terkait dengan agama yang dianutnya. Demikian juga dengan berita pindahnya seorang gadis Tionghoa bernama Larissa Chou yang menikah dengan putra seorang ulama Islam terkenal. Peristiwa yg cukup langka ini menjadi bahan berita yang ramai dibahas akhir-akhir ini.
Bagi beberapa orang kepercayaan atau agama yg dianut oleh orang lain "matter" bagi mereka. Jika ada seorang pindah dari agama seberang ke agama sini, dia jadi bahagia dan bangga, berbunga-bunga. Sebaliknya, jika ada yg pindah dari agama sini ke seberang, dia jadi tidak enak makan dan tidur, dan akhirnya marah-marah. Orang lain yg pindah agama, dia yang jadi repot. Apa urusannya dia dengan agama yang dipilih oleh orang lain? Bukankah orang lain itu sendiri yang akan menjalani pilihan hidupnya dengan segala konsekuensinya? Kata Komeng, "Emang masalah buat eloh?".
Hal yang ekstrim adalah yg terjadi dalam organisasi-organisasi kejahatan seperti Yakuza, mafia, gangster dan kelompok pemuja setan. Bagi mereka, anggota yang meninggalkan kelompoknya hukumannya hanya satu : mati. Meninggalkan kelompok adalah sebuah pengkianatan dan kesalahan terberat. Orang yg meninggalkan kelompok mereka dianggap akan membuat "iman" anggota lain goyah, dan bisa memicu pembelotan berikutnya. Untuk mencegah pembelotan maka hukuman mati diberlakukan. Lagi pula mereka tidak mau mantan anggota mereka menyebarkan berbagai rahasia dan kebusukan mereka kepada dunia luar. Oleh karena itu hukuman bagi para pembelot adalah hukuman yg terberat, yaitu hukuman mati.
Tentu yg diceritakan di atas tidak berlaku untuk agama dari Tuhan yang Maha Penyayang dan Pengasih. Setiap orang mempunyai hak untuk menentukan pilihanya, kepercayaannya, agamanya sendiri. Seharusnya mereka yg pindah agama tidak dihujat, dianiaya bahkan dibunuh oleh mantan kelompoknya. Karena semua agama, yang menyembah Tuhan Yang Esa, adalah benar dan baik. Semua agama adalah benar dan baik, menurut pengikutnya masing-masing.
Penulis percaya setiap orang mempunyai " gembala" masing-masing, dan mempunyai "kandang" masing-masing. Setiap orang hanya mengenal suara gembalanya, dan hanya mau menurut dan mengikuti gembalanya masing-masing. Suara orang lain yg bukan gembala akan mereka abaikan, bahkan mereka akan lari daripadanya. Jadi domba-domba Sang Budha hanya akan mengenal suara Sang Budha ; domba-domba Nabi Muhammad hanya mengenal suara Sang Nabi ; domba-domba Yesus hanya mengenal suara Yesus. Namun domba-domba yg "salah kandang", jauh di dalam hatinya mereka rindu kepada suara gembalanya yg sejati dan rindu untuk kembali kepada gembalanya tsb.
Domba-domba yang salah kandang, mereka kelak akan kembali ke kandang dan gembalanya yg benar. Mungkin ada domba Nabi Muhammad yang terlahir di keluarga-keluarga Kristiani, bahkan dalam kasus ekstrim ada yg telanjur menjadi pendeta atau pastor. Pada waktunya mereka akan kembali, karena salah kandang. Demikian juga sebaliknya mungkin ada domba-domba Sang Budha yg terlahir dalam keluarga Muslim, mereka akan mendengar panggilan gembalanya dan kembali kepada Budha.
Jadi pada waktu yg tepat setiap domba yg salah kandang akan kembali kepada gembalanya masing-masing melalui berbagai cara dan berbagai jalan. Hal ini terjadi pada Larissa Chou. Apapun yg terjadi padanya hanyalah jalan untuk dia kembali kepada gembalanya dan kandangnya yg sejati.
Karena setiap orang memiliki haknya masing-masing untuk pergi dan tinggal pada gembalanya masing-masing, tidak ada gunanya mencegah dan menganiaya, bahkan membunuh mereka yang hendak meninggalkan kandang lamanya dan pergi kepada gembalanya yg sesungguhnya. Bahkan perdebatan agama tidak akan berbuah apa-apa. Tidak ada yg pindah agama gara-gara kalah berdebat karena tidak ada seorangpun yang akan kalah berdebat mempertahankan kepecayaannya. Hal itu karena semua agama adalah benar (bagi pemeluknya masing-masing). Karena semua agama adalah benar maka percuma dan usaha yg sia-sia untuk mencari-cari kesalahan suatu agama.
Akhir kata, marilah kita menyadari bahwa masing-masing dari kita akan sampai kepada ajalnya, dan akan menghadap Sang Pencipta. Setiap orang akan menghadap secara pribadi dan mempertanggungjawabkan dirinya masing-masing, bukan orang lain, kepada Tuhan. Karena itu mengapa harus merasa marah dan menganiaya dan membunuh mereka yang mau memilih pilihannya (agamanya) sendiri?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H