Lihat ke Halaman Asli

Sutan Dijo

Seorang pria

Rupiah Melejit Apakah Jokowi Senang?

Diperbarui: 12 Oktober 2015   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Luar biasa Rupiah! Memerlukan waktu 2 bulan untuk mendaki dari kurs Rp. 13.300 an per 1 USD  sampai pada kurs Rp. 14.700 an. Namun untuk lembali ke kurs Rp. 13.300 an Rupiah hanya perlu waktu 5 hari. Rupiah melonjak terhadap dolar sebesar 11% hanya dalam waktu 5 hari.

Kabar gembirakah? Penulis kuatir ini bukan kabar gembira bagi Indonesia.

Kalau Rupiah bisa tiba-tiba melonjak tinggi sebaliknya dia juga bisa tiba-tiba terjun bebas. Semakin cepat dan tinggi dia melonjak, semakin besar daya lenting yang terkumpul untuk kemudian berbalik arah. Hanya tinggal menunggu waktu dan spekulan sudah bersiap2. Volatilitas yang tinggi menunjukkan kebimbangan  investor, kekuatan spekulasi dan kelemahan matauang rupiah. Volatilitas yang tinggi merupakan ladang subur bagi kegiatan spekulasi. Dan selanjutnya kegiatan spekulasi semakin mendorong volatilitas.

Apakah yang diinginkan pemerintah? Kurs Dolar terhadap Rupiah yang rendah atau kurs yang stabil? Tidak jelas sikap pemerintah Jokowi.

Bagi pengusaha/investor di sektor riil yang merupakan motor yang menggerakkan perekonomian, kurs yang stabil lebih penting daripada kurs dolar yang rendah. Tidak masalah jika kurs dolar tinggi (rupiah undervalued) karena pengusaha akan menyesuaikan harga input dan output. Bagi perusahaan yang mempunyai utang luar negeri dalam dolar juga seharusnya tidak masalah karena utang tsb bisa dilindung nilai (hedge).

Bagi pemerintah, kurs dolar yang tinggi juga seharusnya tidak masalah. Kita memang membayar utang luar negeri dalam dolar namun, pendapatan untuk membayar utang tsb juga dalam dolar. pada sektor impor kita rugi namun untung disektor eksport. jadi ada lindung nilai alamiah (natural hedge).

Namun jika kurs tidak stabil pengusaha/investor akan membatasi aktivitas ekonomi mereka. Akibatnya pertumbuhan ekonomi melambat. Kegiatan usaha membutuhkan lingkungan yang kondusif, salah satunya kesatbilan kurs rupiah, baik terhadap barang dan jasa maupun terhadap matauang asing, terutama dollar.

kesimpulannya, jika ingin melihat ekonomi membaik kita memerlukan kurs yang stabil.

Lalu, lebih baik mana kurs dolar yang rendah  (rupiah overvalued) atau kurs dolar yang rendah (rupiah undervalued) ? Menurut hemat penulis kurs dolar terhadap yang tinggi (Rupiah undervalued) lebih baik bagi perekonommian kita.

Jika Rupiah terlalu tinggi terhadap dolar, katakanlah Rp. 12.000/dolar, maka  ia akan lebih mudah diserang oleh spekulasi.  Jika pemerintah/Bank Indonesia menghendaki agar kurs berada pada sekitar Rp. 12.000 per Dolar, maka akan sulit (dan mahal) untuk menjaga agar kurs Dolar tidak naik. Memerlukan pengorbanan cadangan devisa untuk menjaga kurs Dolar tidak naik thd Rupiah. Namun jika Rupiah sudah undervalued, katakanlah Rp. 15000 per dolar, maka posisi Rupiah akan sulit diserang. Bank Indonesia akan lebih mudah untuk menjaga Rupiah.

Karena itu jika tujuan kita adalah perekonomian yang lebih baik, maka stabilitas Rupiah merupakan prasyarat. Dan stabilitas tersebut paling mungkin dicapai dengan strategi nilai kurs Rupiah undervalued. Sebagai gambaran sewaktu kurs Rupiah jatuh demikian dalam dari Rp. 2.400/dolar, dan akhirnya  stabil kembali pada kurs Rp. 8.000-10.000/dolar (Rupiah undervalued), ekonomi Indonesia melaju pesat. Pada waktu pemerintahan SBY ekonomi Indonesia melesat, lebih pesat daripada ketika kurs Rupiah demikian tinggi (overvalued) di masa Orde Baru. Jadi Rupiah undervalued dan stabil adalah baik bagi perekonomian kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline