Jalur Selo masih menyisahkan cerita bagi saya. Beberapa kali kunjungan, ketertarikan dan kekaguman pada ladang-ladang di bawah kaki Gunung Merapi dan Merbabu ini.
Rumah-rumah yang berjejer dibukit-bukit, jalur berkelok-kelok, pemandangan dan udara yang asri, penduduk desa yang aktif bekerja di ladang, bau-bau khas tumpukan pupuk hingga suasana pedesaan yang begitu memikat.
Jalur yang menghubungkan Boyolali dan Magelang ini terhitung sudah saya lewati enam kali dalam dua bulan belakangan. Dan, tidak pernah ada sedikit pun rasa bosan menghantam. Apalagi bertemu dengan orang-orang dengan berbagai latar dan kisah yang memikat.
Salah satunya Bu Mukiyem dan anaknya Haris. Penduduk lokal yang membuka usaha warung kopi di Desa Samirang.
Pertemuan selalu terjadi karena ada sebab dan takdir, selalu punya cara tersendiri mempertemukan seseorang.
Begitupun dengan saya, bertemu Bu Sukiyem ketika mampir ke warung. Hujan dan kabut yang menyelimuti jalur Selo membawa saya ke sini.
***
Hujan deras disertai kabut tebal membuat jarak pandang terganggu. Motor yang saya pacu sesekali harus dipelankan. Menerka-nerka posisi tikungan dan jalan agar tidak salah.
Petaka bagi saya dan teman ialah tidak memakai jas hujan. Dan lebih sial lagi, saya hanya memakai kameja tanpa jaket sebagai pelindung.