Pukul delapan malam, saya menunggu di titik pejemputan. Tak juga muncul kendaraan yang saya harapkan. Dua jam molor. Mobil travel yang katanya bakal datang sebelum pukul enam sore membuat saya kehabisan kata-kata. Niat pulang ke rumah sebentar tak mungkin. Hujan sedang awet dipelukan bumi Kabupaten Jember.
Dua hari sebelumnya, perdebatan tentang jasa transportasi apa yang saya gunakan dari Jember cukup membikin pusing. Tujuan Bali sudah harus dilakukan dalam rangkaian panjang penelitian.
Pada akhirnya keputusan menggunakan travel dianggap cukup efisien ketimbang harus menggunakan kereta ke Banyuwangi, lalu naik kapal fery ke dan mencari alternatif kendaraan lagi. Pun dengan bus dengan menghitung jarak dan efisiensi waktu.
Terpilih jasa travel. Beberapa jam kemudian tiket berhasil tergenggam lewat pembelian online dari satu aplikasi. Rata-rata, travel menunjukan perjalanan tujuh jam hingga delapan jam. Sungguh sebuah kesalahan pada akhirnya nanti.
Pengalaman saya menggunakan travel hanya dua kali dengan ini. Jaraknya pun sudah sepuluh tahun sejak terakhir menggunakan jasa travel dari Bandung ke Jakarta.
Melihat durasi perjalanan yang tak cukup lama dan bakal sampai di Bali pukul dua dini hari, membikin yakin diri. Dua ratus ribu sekali jalan terbayarkan.
Pukul delapan lima belas menit malam, mobil jasa travel datang juga. Sedikit rasa kesal membuncah lantaran dua jam menunggu bukan tanpa alasan. Telepon sang supir mengatakan bakal tiba pukul enam sore. Dan saya percaya.
Saya sedikit menyesal, andai saran kawan diterima mungkin tak lama menunggu. Dia yang sudah sudah berpengalaman sama akomodasi jasa ini, menawarkan agar menunggu saja di rumah. Toh bakalan di telepon juga jika mereka sudah menjemput.
Jam karet alias molor rupanya sudah sebuah ironi yang melekat erat. Banyak yang mengatakan itu dalam penantianku. Benar saja, tiket saya pukul enam namun berangkat pukul delapan lebih. Akan sangat cepat jika saya ke tempat travel, namun karena di telepon akan dijemput, saya mengurungkan niat.
Saya penumpang terakhir yang naik. Di dalamnya sudah ada enam wanita dan enam pria plus dua sopir di depan. Mereka dari Surabaya dan dari Bandung yang sama-sama ke Bali.