Lihat ke Halaman Asli

Fauji Yamin

TERVERIFIKASI

Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Kapan Kau Meminangku, Bang?

Diperbarui: 12 September 2022   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapan kau meminangku, bang (kompas.com)

Pokok hujan menggantung di langit Jakarta. Bumi sebentar lagi basah. Orang sudah siaga. Pedagang yang memasang terpal, payung-payung yang terbuka, jas hujan yang sigap dipakai pengendara dan banyak lagi lakon manusia yang berharap tak basah.

Saya duduk dipojokan, di bawah jembatan jalur MRT, ketika pokok hujan itu akhirnya gugur menguyur bumi Jakarta. Ku sandarkan badan pada tiang penyanga, berlindung.

"Kapan kau menikahi ku bang, umurku sudah tua  tak perlu lagi alasan aku menunda-nunda",. 

Jelas terdengar di kuping. Saya menoleh, mendapati seorang perempuan manis, berkacamata. Rambutnya lurus terurai. Kameja putihnya dibalut jajet denim abu-abu. Menghadap seorang pria yang saya duga pacarnya. 

"Kan sudah aku bilang, kamu sabar sebentar. Aku lagi nyari duit buat halin kamu. Bukan perkara kecil dengan patokan nominal yang kau minta," jawab pria berambut kriting, namun berpenampilan modis. 

"Aku tak butuh alasan. Umurku sudah kepala tiga. Aku muak mendengarkan pertanyaan orang-orang yang tak berkesudahan. Muak aku bang muak," sanggahnya. Tak peduli ada sosok manusia yang sedari tadi tanpa sengaja ikut mendengarkan obrolan pembuktian kedua insan manusia ini.

"Lagipula, sampai kapan aku harus begini. Aku seperti menggantungkan harapan pada sesuatu yang tak pasti. Tujuh tahun sayang, apakah tidak cukup," serangan bertubi-tubi ini terus dilemparkan. Seperti seekor macan kelaparan yang mengamuk.

"Iya aku tau, beban itu juga ada padaku. Kau pikir aku tak pernah memikirkan itu. Sedetik pun aku tak lepas dari bagaimana cara aku menghalalkanmu. Itu ku bawa dalam setiap doa ku. Aku hanya minta kau sedikit bersabar. Jangan termakan omongan dan pertanyaan orang-orang, please." tegas sang lelaki sembari mengulas manja kepala wanitanya agar mau di mengerti.

Hujan semakin deras, namun kedua insan manusia ini seperti dirasuki ke kemarau panjang. Wanita manis ini nampaknya sudah sangat geram. Segala konstitusi penjelasan tak berlaku. Janji manis sudah kenyang baginya. Suaranya makin meninggi.

"Persetan bersabar. Kau juga aku lihat tidak ngapa-ngapain. Tidak berusaha. Modalmu harapan, harapan dan harapan. Kenapa kau tidak mau kerja, aku tak butuh banyak uang, aku hanya mau melihat kau berusaha. Punya pekerjaan tetap dan gaji setiap bulan" geramnya. Aku lihat dalam lirikan mata,  raut wajah manisnya sedikit berubah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline