"Tidak ke kebun hari ini?,"
"Tidak, lagi Jujaga" balas pria berumur 38 tahun ini ketika kami berpapasan di jalan desa.
Seminggu kedepan, Ia tidak akan bekerja berat-berat seperti ke kebun hingga sore, memanen pala, membuat kopra atau bepergian ke kota; kecuali sangat mendesak. Ia hanya akan ke kebun pagi hari dan akan pulang pukul 10 atau 11 siang.
Pria dua anak ini rupanya sedang tugas Jujaga: menjaga waktu sholat bagi warga di desa ku Mateketen, Kabupaten Halmahera Selatan. Sebuah tugas yang mengharuskan dirinya tidak bisa kemana-mana.
Jujaga merupakan tugas yang menjadi pekerjaan penting bagi dirinya dan beberapa orang modim; marbot mesjid di Desa.
Seseorang yang tiba gilirannya Jujaga, akan selalu stay di desa dan menjaga waktu sholat lima waktu. Tugas ini memang terbilang sederhana, tetapi menjaga waktu sholat bukanlah perkara muda.
Satu jam atau tiga puluh menit sebelum masuk waktu sholat, tugas seorang jujaga sudah harus dilaksanakan. Mula-mula ia akan membersihkan diri, kemudian menuju masjid, membuka pintu, memutar Tarhim, menyapu kemudian dalam perjalanan menuju waktu, ia akan terus membunyikan beduk masjid.
Pukulan awal adalah pengingat. Kemudian pukulan kedua, ketiga hingga ke tujuh. Ada jeda di setiap pukulan biasanya 10-15 menit per pukulan. Jika sudah pukulan terakhir maka ia langsung mengumandangkan adzan. Utamanya di waktu sholat Magrib.
Warga desa sendiri sudah paham perihal ini, terutama di malam Jumat dan Hari Jum'at. Setiap pukulan beduk yang mereka dengarkan mengawali persiapan-persiapan yang di lakukan warga untuk sholat.
Pukulan pertama biasanya warga masih santai dan mengerjakan aktivitas namun jika sudah naik ke 4-7 biasanya mereka sudah siap dan sudah menuju masjid sebelum adzan di kumandangkan.