Lihat ke Halaman Asli

Fauji Yamin

TERVERIFIKASI

Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Partai Politik, Dulu dan Sekarang

Diperbarui: 4 Agustus 2022   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deretan bendera partai politik peserta Pemilu Serentak 2019 menghiasi jalan layang di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (7/4/2019).| KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Di desa, Tahun 1990-an silam. Warga berbondong-bondong ke TPS. Saya lupa tepatnya kapan. Saya pun masih anak kecil yang ke mana-mana selalu nempel dengan kakek. Tapi ingatan masih terekam jelas atas suasana waktu itu.

Saya diajak kakek saya ke TPS. Di sana sudah ada banyak warga desa yang menunggu giliran panggilan melakukan pencoblosan.

Anak kecil seperti saya tidak memahami apa itu pencoblosan atau pemilihan. Layaknya anak kecil kepo sudah naluri alamiah. Saya menyaksikan keramaian itu tanpa sedikit pun jauh dari kakek.

"Kalian itu harus pilih partai ini. Supaya suara Anda bisa sampai ke pusat. Kita bisa didengar," 

Suara gelegar kakek saya begitu melekat dalam ingatan. Ia marah kepada penduduk desa lantaran dalam pemilihan partai, suara partai penguasa saat itu jauh dari menggunguli dua partai lainnya.

Seingatku hanya ada tiga partai, Yakni Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Perjuangan (PDI)

Tentu saja, partai penguasa saat itu sangat superior. Satu-satunya partai yang diperhitungkan melawan superioritas waktu itu ialah PPP. Dan, kakek saya merupakan satu dari beberapa penduduk desa yang tidak mengikuti kehendak mainstream tersebut. Ia anti mainstream. 

Terang-terangan melakukan kampanye individu tanpa biaya sedikit pun. Intimidasi dan pembulian sudah biasa baginya. Ideologinya sudah kadung kuat. Ia ingin perubahan agar desa terpencil seperti kami tempo dulu bisa ada sedikit perubahan.

Hasil perolehan suara di DPR diharapkan dapat membendung laju kekuasaan yang begitu kuat. Walau pada akhirnya partai penguasalah sebagai pemenang kursi terbanyak di DPR DPR, DPRD Tingkat 1 Provinsi, dan DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya.

Kebengisan ideologinya dalam memilih berseberangan lantaran ia punya sosok politik yang dikagumi. Baginya, selama puluhan tahun sejak ia hidup dari zaman pesawat terbang Jepang masih mengudara di atas kepalanya, sosok tersebut adalah perwujudan kemakmuran setelah Soekarno.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline