Mobil melaju menyusuri gelapanya malam, menembus rimbunya hutan. Sesekali terdengar desingan ban mobil lantaran banyaknya kelokan menuju desa.
Sejak keluar dari Jakarta pukul lima sore tadi, saya begitu antusias lantaran baru pertama kali menuju desa ini. Antusias ini membuat saya tak bisa tidur selama perjalanan. Dan, memilih menyaksikan setiap detail jalanan yang kami lalui.
Pukul tiga dini hari kami sampai di tujuan. Hujan menyambut ketika kaki menginjak tanah di desa yang berada di Kabupaten Kebumen. Tepatnya, Desa Karanggude.
Di desa inilah saya menghabiskan waktu selama tiga malam tiga hari dengan berbagai aktivitas dan pergumulan sosial yang saya lalui. Mempelajari seluk beluk kehidupan yang bagiku sangat unik, sekaligus menginspirasi.
Saat sampai, tuan rumah kemudian menyuguhkan kopi dan kacang rebus. Kopi yang disajikan dengan unik lantaran masih memakai termos penghangat air yang diseduh secara sederhana.
Sebuah pembukaan yang mengingatkan saya tempo dulu, ketika kopi diseduh dengan cara yang sama. Sebuah nostalgia yang hadir menyapa.
Pukul enam pagi, ketika mentari beranjak naik, aku sudah menyusuri tepian-tepian sawah. Memotret setiap sudut yang dirasa indah. Ini adalah pemandangan terindah bagiku sebagai orang timur yang sangat asing dengan sawah.
Walau kehadiran ini tak cukup terpuaskan lantaran padi sudah dipanen, dan menyisihkan sawah-sawah yang tak tertanami lagi namun suasana sawah begitu sangat indah.
Di tengah penelusuran ini, aku berpapasan dengan para petani yang menuju sawah. Uniknya, termos air panas, dan tentu saja kopi menjadi bawaan petani.
Di sisi lain, dua tiga orang warga juga sama. Sedang ngopi di gubuk sembari membincangkan perihal sapi-sapi yang di tawari pembeli. Kuperhatikan lagi, termos air panas berada di sisi mereka.