Ku titipkan sebentar imanjinasiku pada mentari yang baru saja pergi, setelah kesunyian datang menyapa. Hiruk pikuk kebisingan hilang tak bersapa.
Ambis dan kuasa, tak leluasa. Tak ada yang berkuasa atau siapa ambisi berkuasa. Tak seperti di kota yang yang haus kuasa. Tersingkir oleh bunyi jangkrik dibalik kesenyapan. Teduh dan tentram.
Di sini, kensunyian layaknya teman berdansa. Seperti petani memainkan cangkul, atau nelayan menarik jala. Seni tak berwajah namun pekat terasa.
Di sini,.... di desa. Segalanya terasa. Jiwa tentram, luka hilang, cinta datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H