Sejak dua hari belakangan saya tercengan melihat postingan-postingan di Medsos. Kerumunan massa yang membludak di bandara dan pelabuhan di Maluku Utara tanpa penerapan sosial distancing maupun protokol kesehatan yang ketat.
Pemandangan itu terjadi lantaran adanya salah satu budaya politik yang lekat kuat di masyarakat yakni penjemputan kandidat setelah berburu rekomendasi partai di Jakarta.
Tak tanggung-tanggung, penjemputan bakal calon (Balon) kandidat melibatkan ribuan orang. Pemandangan ini seperti kampanye terbuka.
Sepanjang pengalaman saya, penjemputan ini menjadi sakral dan ajang uji kekuatan. Kandidat yang dijemput kemudian disambut dengan tarian tradisional dan tetebenge lainnya serta diarak keliling kota.
Konvoi keliling kota dimaksudkan untuk menegaskan kepada kandidat dan simpatisan lain bahwa kandidat yang bersangkutan memiliki massa dan simpatisan yang siap memenangkan pertarungan.
Konvoi ini umumnya menggunakan kendaraan roda 2 dan 4. Pada kendaraan roda 4 , massa yang ikut akan berdesak-desakan di atas truk maupun angkot.
Minimnya penerapan protokol kesehatan nampak dari berkerumunannya simpatisan yang saya lihat beberapa hari ini di beranda medsos. Bahkan, selain berkerumunan, sosial distancing dan pemakaian masker nampak longgar.
Kemarin salah satu kandidat yang dijemput di Kota Ternate bahkan diantar beramai-ramai menggunakan speed boat ke Kabupaten tempat ia bertarung. Tak tanggung-tanggung ratusan simpatisan dengan puluhan speed boat dipakai mengantar balon tersebut. Jarak antar Kota Ternate dengan kabupaten tersebut 535 KM.
Dari postingan ini nampak, satu speed boat diisi lebih dari kapasitas yang seharusnya dan tidak ada penerapan protokol kesehatan sama sekali. Artinya perintah KPU agar tidak ada kerumunan manusia tidak berlaku.
Pagi ini pun sama, seorang kawan mengirim foto via Whatsaap yang menunjukan kerumunan massa yang masih membludak. Biasanya setelah penjemputan akan ada kampanye di luar tahapan oleh para balon dan massa yakni orasi politik dan janji politik.
Kondisi ini akan terus berlanjut hingga tahapan pilkada selesai. Mungkin, di kota-kota besar penerapan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran covid-19 agak ketat tetapi di kota dan kabupaten lain ha ini tidak berlaku. Sebab, pilkada lebih penting dari pencegahan Covid-19.