Lihat ke Halaman Asli

Nanda AP

Pembaca Musiman

Menikmati Masa Pandemi Covid-19 di Kota Apel [Bagian 2]

Diperbarui: 22 November 2020   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokkpri

Masih bertahan di kota yang sama, dengan perasaan yang sama. Malang masih terasa dingin seperti biasanya. Dengan sedikit cerita manis sebagai penghangat suasana dinginya malam. Selalu terdengar suara gemuruh langkah kaki disetiap penjuru kota. Langkah kaki yang tak perlu cepat dan tak perlu lambat, cukup nikmati syukuri setiap perjalanan yang diterima saat kaki  melangkah. Karena setiap bunga punya waktu sendiri untuk mekar.

Hanya Seutas paragraf pembukan pada cerita di bagian ini dan tak lebih. Di sela-sela perkuliahan Online dan banyaknya tugas yang menghampiri, saya sempatkan waktu untuk tetap mampir ke tempat mas Ridwan bekerja. Tak lain maksud dan tujuan saya ketempat ia bekerja untuk belajar dunia perkopian. Kira-kira dibutuhkan waktu sekitar 25 menit dengan kendaraan sepeda motor untuk sampai di tempat mas Ridwan bekerja, tepatnya di Karanglo, Kec. Singosari, Malang.

Kopi Kane, kerap kali saya mampir disini. Beberapa ilmu tentang dunia perkopian saya dapatkan tak lain dari ia. Sembari belajar dunia perkopian saya juga penasaran dengan citarasa racikan kopi dari seorang barista, oleh karenanya setiap kali saya datang ke kafe saya selalu memesan kopi yang berbeda. Selain untuk tahu bagaimana rasa-rasa kopi, juga biar tau alat-alat apa saja yang di gunakan dan cara pakainya. Bagi saya ketika melihat  proses peracikan segelas kopi sampai jadi, mempunyai nilai seni keindahan tersendiri yang sangat tinggi.

Di masa pandemi seperti ini saya sedikit agak jengkel ketika mau keluar bepergian, karena harus di ribetkan dengan  mentaati SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk tatanan New Normal sekarang ini selaku pencegahan dan pengendalian penyebaran virus Covid-19 . Dimana ketika keluar rumah saya harus menggenakan masker, menjaga kebersihan dengan mencuci tangan mengunakan sabun atau  hand sanitizer, menjaga jarak dengan orang lain ketika di luar rumah dan isolasi mandiri 14 hari setelah bepergian jauh.Namun, bagi saya peraturan tadi tidak menurunkan keinginan saya untuk berhenti belajar dunia perkopian meskipun ketika keluar rumah harus sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan.

Bagi para pecandu kopi seperti saya, kebiasaan menikmati kopi bersama teman-teman maupun kerabat dekat  merupakan momen yang sangat istimewa. Apa lagi ketika menikmati kopi dengan di sandingkan rokok mampu mempererat suasana pertemanan, kepercayaan dan sekaligus sebagai obat penghilang kepenatan. Sekali lagi saya dibuat kagum oleh mas Ridwan, ketika saya sedang berkunjung ketempat ia bekerja disana saya melihat segelas sedang minuman dan gelas kecil sebagai tempat menuangkan minumanya.

Pandagan mata saya tertuju pada minuman tersebut, saya kira minuman tersebut adalah teh namun ketika saya tanya minuman tersebut bukanlah teh melainkan kopi. Dengan masih banyak keragua dalam hati saya, saya yakinkan apakah benar kopi padahal terlihat jelas bahwa warnanya saja sudah menunjukan warna teh, namun setelah saya minum rasanya memang benar kopi. Dengan sedikit senyum kecil dan perasaan ingin tertawa, dalam pikirku berkata bagaimana bisa dia menyulap minuman yang memiliki warna seperti segelas teh terasa kopi dengan sedikit rasa asam.

Seperti itulah halnya kehidupan, terkadang apa yang selalu kita lihat tak selalu sama dengan apa yang sedang dirasakan, kita bisa saja menilai kehidupan seseorang itu enak, namu yang tidak kita ketahui titik apa yang telah mereka lewati sampai bisa berapa padat tempat yang selayaknya untuk dia, kita terkadang suka membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, mengenai permasalahan hidup maupun beban kehidupan yang di alami. 

Dengan secara tidak kita sadari kita sendiri telah melukai diri kita sendiri. Bisa jadi masalah yang di alami orang lain itu lebih berat dari kita, hanya saja kita yang masih banyak mengeluh dari pada mensyukuri nikmat yang telah di berikan.

Waktu sudah menunjukan sore menjelang malam, sampai akhirnya pada pukul sembilan malam kafe pun ditutup. Sedikit nada pelan pada waktu malam mas Ridwan ucapkan ke saya," Boleh saya malam ini menginap di tempatmu lur ?" Dengan senang hati dan nada sedikit pelan saya ucapkan, "oh iya mas silahkan, sekalian juga kalau boleh saya ikut besok? Heheh ! Setelah menutup kafe, mas Ridwan dan saya menuju tempat tinggal saya dimana ia ingin sedikit membicarakan rencananya berkunjung di suatu daerah malang pada esok hari, yang terkenal dengan produksi kopi robustanya yaitu Dampit dengan kopi robusta dampit yang begitu khasnya.

Pada Bagian kedua cukup sampai disini, dan pada bagian ketiga atau akhir cerita di kota apel akan penulis tulis di lain waktu.
Terimakasih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline