Lihat ke Halaman Asli

“Copa del Rey” Akankah Menjadi Catatan Manis Guardiola

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13358627951949042992

Tiada berita yang lebih menggemparkan dari FC Barcelona akhir pekan lalu kecuali keputusan mundurnya pelatih sensasional Pep Guardiola. Padahal masih tegas dalam ingatan betapa pahitnya kenyataan yang harus diterima Raksasa Catalan akibat tereliminasi dari panggung prestisus Liga Champions musim ini, setelah dikandaskan “Si Kuda Hitam” Chelsea dengan agregat 3-2. Ditambah lagi kekalahan dari seteru abadi, Real Madrid dalam pentas LaLiga dengan skor 2-1 dalam laga bertajuk “El Clasico”, yang dihelat hanya beberapa hari sebelum laga leg kedua Barca kontra The Blues di Camp Nou. Memang, kabar mengenai masa depan Pep sudah sejak dua tahun belakangan menjadi santapan empuk media-media Spanyol. Spekulasi tersebut akhirnya mencapai klimaksnya pada Jumat pekan lalu saat Pep mengumumkan akhir perjalanan karir luarbiasanya  di Barcelona. Bisa dikatakan hari tersebut adalah hari paling mengharukan dalam sejarah klub yang dibangun dengan motto "bukan sekadar klub". Keharuan sangat terasa dari raut wajah Pep saat jumpa pers. Ia bahkan tidak bisa membendung air mata yang menyeruak dari kelopak matanya. Begitu juga dengan Presiden Barca, Sandro Rosell yang duduk di sebelahnya, yang sebentar lagi terpaksa  harus mengumumkan pengunduran diri pelatih terbesar Barca itu secara resmi begitu kontraknya berakhir pada 30 Juni nanti. Bersama dengan punggawa El Barca seperti Carlos Puyol, Xavi, Iniesta, termasuk megahbintang Lionel Messi, Rosell dan Direktur Teknik Andoni Zubizaretta telah gagal membujuk Pep untuk tinggal. "Tidak ada pelatih sesukses Guardiola sejak klub ini didirikan pada 1899, dia telah membawa Barcelona meraih 13 trofi dari 16 kompetisi," ucap Rosell di hadapan wartawan siang itu di Camp Nou. Suaranya sedikit terbata-bata layaknya seorang yang baru mengalami kenyataan pahit dalam hidup. Wajar bila Sang Presiden, beserta para punggawa Barca dan para fans bersedih atas keputusan hengkang pria asli Catalunya, Spanyol, kelahiran 18 Januari 1971. Maklum Pep telah menorehkan berbagai prestasi mentereng selama menukangi El Barca sejak 2008. Bayangkan 13 trofi itu termasuk di dalamnya adalah supremasi pencapaian klub di liga domestik (3 trofi beruntun), Liga Champions (2), Super cup Eropa (2) dan Piala Dunia Antar Klub (2). Sebuah rekor yang sungguh sulit dicapai oleh pelatih lain, termasuk sang rival Jose Mourinho. “Ini adalah jalan terbaik bagi kepentingan Barcelona sebagai klub untuk lebih berkembang lagi di masa depan,” kata Pep beralasan. Seperti biasa gaya bahasanya jauh dari kesan jumawa meski telah diakui sebagai salah satu pelatih terbaik dunia. Sebelum menjadi pelatih hebat seperti saat ini, Guardiola kecil memang sudah merintis jalur yang benar untuk mencapai impiannya. Sebagai anak Katalunya, ia pun termasuk yang sangat mengagumi, bahkan bermimpi bisa menjadi bagian dari Skuad Barcelona. Untuk mewujudkan mimpinya, Pep kecil bahkan rela bekerja sebagai pemungut bola saat tim Katalunya itu berlatih. Dengan kegigihan dan kesungguhannya, akhirnya Pep remaja diterima di "La Masia". Di akademi kaderisasi Barca itu, Pep berkenalan dengan Tito Vilanova.  Dua remaja Katalunya ini kemudian menjalin persahabatan sejati hingga Pep mengajaknya bergabung sebagai asisten pelatih yang kemudian juga berperan dalam pencapaian Barca di era Pep Guardiola. Dalam perjalanan karir baik sebagai pemain, apalagi pelatih, nasib Tito tidaklah semulus Pep. Tito hanya sempat berkiprah 26 partai saja di La Liga.  Selanjutnya dia terjerembab bermain di Segunda Division alias kasta kedua Liga Spanyol. Tito dilahirkan di Bellcaire d'Emporda, usianya setahun lebih tua dari Pep. Di luar itu, siapa sebenarnya Tito, tampaknya hanya Pep yang paham. Bahkan Jose Mourinho, yang digembar-gemborkan kenal dengan Tito karena pernah sama-sama menjadi bagian dari Barca, hanya menjawab singkat saat ditanya wartawan perihal Tito sebelum laga terakhir "El Clasico" digelar di Camp Nou, "Pito? Pito Vilanova? Siapa Pito Vilanova? Ngga kenal tuh," ujar Mou ketus. Di kalangan media Spanyol, kabar mengenai kepergian Pep sebenarnya sudah sering dispekulasikan. Kasak-kusuk ini tentunya bukannya tidak memiliki sumber. Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Media bahkan telah berspekulasi lebih jauh mengenai siapa saja figur yang cocok untuk menggantikan Pep. Beberapa nama yang dianggap pas dengan filosofi dan gaya Barcelona pun telah mengemuka. Mereka seperti  Marcelo Bielsa pelatih kawakan asal Argentina yang berhasil memoles Athletic Bilbao menjadi tim yang menakutkan seperti sekarang, lalu Laurent Blanc mantan bek dan kapten Prancis, serta Luiz Enrique anak Katalunya, mantan striker Barca yang saat ini melatih AS Roma. Uniknya dari sejumlah spekulasi nama-nama yang beredar selama ini, nama asisten Guardiola, Tito Vilanova tidak pernah dispekulasikan sebagai suksesor pelatih berkepala plontos tersebut. Padahal, kalau media jeli, nama Tito sebenarnya sudah mulai “dilambungkan” setinggi-tingginya oleh Guardiola saat ybs menyampaikan sambutan di atas podium penganugerahan dirinya sebagai pelatih terbaik dunia versi FIFA musim 2011-2012. “Trofi ini saya persembahkan untuk Tito Vilanova yang setia bersama saya untuk membantu Barca memperoleh satu demi satu mimpi yang ingin mereka  wujudkan,” ujarnya ketika itu. Hal yang menyiratkan bahwa di matanya hanya Tito sosok yang cocok untuk menggantikan posisinya. Meski telah menyatakan mundur selaku pelatih, namun sesuai kontrak Guardiola masih akan bersama anak-anak Barca sampai tiga laga La Liga, plus satu final Copa de Rey yang akan digelar di stadion Metsala di Valencia, 25 Mei 2012. Dalam sisa-sisa keberadaannya tersebut, suksesornya Tito akan mendapatkan alih kemudi dari sahabatnya itu secara “pelan-pelan namun pasti”. Kondisi Tito mirip dengan Di Matteo yang ditunjuk menjadi pelatih interim Chelsea saat AVB mendadak harus cabut gara-gara Roman Abramovich memecatnya. Bedanya, AVB belum menorehkan apapun di Chelsea, sementara Tito beroleh tugas yang luarbiasa berat karena harus menjejak torehan sejarah Pep yang terlampau sulit untuk dilewati entah oleh Tito, atau siapapun dia nanti. Saat kompetisi di Primera berakhir, maka Tito akan mendapat kepercayaan untuk mempersiapkan laga yang bisa disebut sebagai partai perpisahan yang sesungguhnya bagi Guardiola. Final Piala Raja Juan Carlos yang akan dimainkan di stadion Mestala milik kesebelasan Valencia pada 25 Mei mendatang adalah partai penghabisan yang masih wajib ditangani Guardiola. Piala Raja adalah jejak kenangan indah Guardiola karena trofi Copa del Rey 2009 merupakan trofi perdana yang diraihnya bersama Barca saat menekuk Athletic Bilbao dalam final dengan skor 4-1. Jika Copa del Rey adalah awal, kenapa Tito dan Barca tak memenanginya kembali saat bertarung (lagi) melawan Bilbao dalam partai final Copa del Rey tahun ini  dan mempersembahkan kemenangan tersebut sebagai kado perpisahan paling pantas untuk merayakan kepergian Guardiola, sekaligus untuk kelangsungan sepakbola indah yang inspiratif seperti yang dianut Guardiola. Sayonara Guardiola. Dikutip dari berbagai sumber




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline