Lihat ke Halaman Asli

Prakiraan Parkiran

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangun pagi, minum kopi, lalu nyuci. Buatku itulah cara mengawali hidup sehari-hari. Termasuk hari ini, setelah tuntas, aku segera meluncur ke JEC buat nambah ilmu blog. Aku pengin cerita suatu perkara yang sangat berkaitan dengan acara ini.

Apa itu? Yaa-itu Parkiran.

Seperti biasa, saban ada pameran komputer di JEC, pengunjung berjubel datang. Nggak peduli siang-malam, panas-hujan. Nggak peduli mau beli piranti komputer atawa sekadar muter-muter. Konon kata data (lupa dari mana sumbernya), seingatku, rata-rata pengunjung pameran mencapai 50 ribu kepala manusia tiap harinya. Ini jumlah yang buwanyak untuk sebuah hajatan. Bayangkan saja kalau anda menggelar syukuran nikah dengan undangan sebanyak itu. Walaupun, suguhan konsumsi buat tamu cuma kerupuk tayamum (kerupuk nir-minyak) yang harganya 500 perak itu, anda mesti sediakan setidaknya 25.000.000 rupiah.

Itu baru kerupuk. Aku mau bahas parkiran saja. Tadi, saat aku mau masuk dan salah jalur, Pak Satpam kasih liat antrian motor. Dan wow, antrinya lumayan panjang. Terbayang di pikiran, mengantri sekian banyak motor dalam keadaan panas mentari semembakar itu sama menderitanya dengan menunggu antrian buang air di wc masjid pas sholat ‘ied hari lebaran.

Tapi kubuang saja pikiran menyamakan antrian parkir dengan antrian wc. Daripada antrian yang panjang ini kuratapi, mending antrian ini kurenungi (filsuf: mode on). Yang pertama menyembul di benak adalah mereka-reka berapa banyak motor yang ada. Kalau memang ada lima puluh ribu orang, dan taruhlah boncengan semua dan 50 ribu sisanya naik mobil atau ngangkot, ada 100 ribu motor yang hilir mudik di parkiran JEC ini tiap harinya.

Ongkos parkirnya 1500 perak. “Busyet separuh harga rokokku, Cak,” kata temenku sambil menyebut merk rokok tak terkenal. 1500 dikali 100.000 sama dengan 150.000.000. busyet, 150 jeti. Cukup buat bayar kuliahku di UGM selama 75 semester (kalau mau dan usia cukup).

Nah, lagi ngelamun begitu, pikiran lain nyembul lagi. Gara-garanya, plat motor pengendara di depanku S. Artinya dia orang eks-karesidenan Bojonegoro yang ada Exonn-nya itu. Plat motor depannya lagi AA. Wah, yang ini kedu. Yang laen lagi Z, ini sumedang punya. Beberapa yang lain plat jogja. Tapi kebanyakan dari daerah-daerah. Aku hampir yakin ada banyak sekali mahasiswa daerah (non-jogja) yang datang meramaikan dan merayakan pameran komputer seperti hari ini.

Dan yang mengejutiku adalah lamunan berikut ini:

Berapa banyak hasil panen sawah dan tangkapan laut di kampung halaman sana yang diangkut ke JEC untuk beli komputer dan tetek bengeknya itu? Aku bilang ke temenku yang rokoknya tidak terkenal itu, “Cak, Keringat bapak di rumah disita buat keuntungan penguasa teknologi.”

Eeh, temenku santai menimpali, “itulah bedanya. Cari kerja, kalau mau untung banyak pakai akal, jangan pakai okol (otot) doang!”

Sialan, susah-susah melamun malah dijawab begitu. Dan…

“Tit tit tit tit….Maju mas!” terdengar klakson bernada sebal dan hardikan dari belakang.

Aku kembali ke alam sadar. Kulajukan ke depan motorku sambil minta maaf. Melamun ternyata baik untuk renungan, tapi tak baik jika dilakukan dalam baris antri parkiran.

A Musthofa Haroen




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline