Lihat ke Halaman Asli

Cempaka: Kita

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

,

''Kau, kusebut Cempaka. Sebab pesona yang tak semerbak. Lembut aroma memikat, wangi semilir kuat.

Aku bosan mendengarnya. Itu rayu. Dan tetap saja tanpa cumbu. Aku bosan dengan itu. Aku...

Aku pun. Bosan bercerita. Tapi kau tak faham juga. Apa aku tega melayukanmu dengan cumbu! Aku tak mau untuk itu.

Aku tidak meminta banyak, bukan? Hanya itu. Dekap aku. Peluk. Cumbui saja seperti gula dan kopi bercumbu dalam cangkir dan air yang mendidih.

Bahkan aku ingin  kita seperti gula dengan manis dan kopi dengan pahit. Bahkan ingin kita seperti siang dengan benderang dan malam dengan gelap. Tapi ada masanya, bukan sekarang.

Ah, kamu, sok.... Sentuh ragaku. Ingin aku melihat perasaan yang kau katakan. Tidak meminta banyak, kan?

Aku hanya...

Cukup. Aku bosan. Bosan dengan semuanya darimu. Hanya itu yang kumau. Tapi, kau,...hanya kata. Kau raih hatiku dengan kata. Kau dekap rasaku dengan kata. Ah, kau, rayumu tanpa cumbu. Kalau kau memang, ayolah, sekarang!

Lucu. Aku kecewa. Sekarang aku sangat kecewa. Mendengarmu dan menatapmu, menyimakmu, menyikapimu, ah.... Sudahi saja.''

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline