[caption id="attachment_100161" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS)"][/caption] Mengikuti berita-berita terkait City Bank mulai dari meninggalnya Okta (Sekjen "PBB) sampai dengan terkuaknya sepak terjang Melida Dee (MD) yang (katanya) menggelapkan dana para nasabah premium, saya punya pengalaman sendiri berhubungan dengan City Bank. Hampir tiga tahun yl, anak saya mau pergi studi ke luar negeri yang memerlukan cukup dana. Akhirnya saya terdampar ke City Bank (CitiFinance) dengan menggunakan fasilitas KTA. Bunga efektifnya cukup tinggi, di atas 3% per bulan tanpa memperhitungkan biaya-biaya lainnya seperti provisi, administrasi dll. Memang riba sih tetapi karena terdesak dan bukan untuk keperluan konsumtif akhirnya saya "deal" juga. Alhamdulillah sih anak saya dapat selesai S2nya dan malah mendapat bea siswa S3 (gratis). Terima kasih City Bank........ Apa yang terjadi??? Saya tidak pernah menunggak cicilan satu kali pun tetapi setiap awal bulan saya "diingatkan" dengan ditanya kapan bapak mau bayar? Sebenarnya mudah juga sih jawabanya, kan hanya tinggal menyebutkan tanggalnya saja. Tetapi panggilan tersebut dilakukan sembarang waktu, mulai dari waktu kerja efektif sampai dengan waktu libur hari raya besar. Pernah pada waktu Hari raya "Idulfitri saya ditelepon. Saya kira dia akan mengucapkan selamat hari raya mohon maaf lahir dan bathin atau sapaan apalah yang enak di hari raya. Ternyata......"NAGIH". Saya katakan. Saya kan tidak pernah nunggak kenapa anda telepon terus setiap bulan. Jawabnya malah marah duluan dan akhirnya menjawab PROSEDUR. Saya katakan, sampaikan kepada bosmu ya. Pilih-pilih "pengutang" yang harus ditelepon dan tidak. Dia masih saya menjawab dan saya kata, "pokoknya sampaikan saja pesan saya kepada bosmu titik. Saya putus teleponnya... Setelah itu tidak telepon lagi dan hanya beberapa kali dia telepon ke rumah, tidak ke hp saya. Jawaban isteri saya, apakah suami saya nunggak? Tidak bu, ini hanya konfirmasi saja. Ya nanti, besok dibayar...... Begitulah pengalaman saya dengan CB. Pelajaran: Di perusahaan-perusahaan termasuk City Bank, gaji sudah langsung dikaitkan dengan prestasi yang dibungkus dengan nama target. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sudah diketok palu dan harus dijalankan oleh seluruh karyawan mulia dari pimpinan sampai dengan pegawai terendah. Jika target terpenuhi maka selain gaji dasar yang mungkin tidak besar akan mendapat bonus/insentif yang nilainya bisa berkali-kali lipat dari gaji bulanan. Memang mereka hidup berdasarkan target-target yag telah dipatok harga mati. Jika gagal mencapai target balasan terburuknya adalah.......pemecatan. Untuk mencapai target maka karyawan perusahaan akan melakukan apa saja mulai dari yang wajar sampai dengan yang "kurang ajar". Apalagi dengan latar belakang kehidupan metropolitan yang serba materialis (neo materialisme) memiliki daya dukung untuk menghalalkan semua cara. Orang-orang kaya dengan penampilan dan berkendaraan super mewah akan mendapat fasilitas premium dalam segala sisi kehidupan. Demikian juga ketika pulang kampung atau ketemu dengan teman-teman lama. Hampir semua yang ditampilkan adalah berbau materialisme. Jadi target-target yang harus dicapai di tempat bekerja dan target-target sosial yang juga harus dicapai/ ditampilkan telah meningkatkan agresivitas para pekerja. Agresivitas ini ujung pangkalnya adalah stress karena diwajibkan mencapai suatu target tertentu yang jika tidak tercapai bakal berujung kepada pemecatan. Oleh karena itu bank dalam merekrut/memilih pegawainya harus betul-betul hati-hati. Saya pernah berbincang-bincang dengan pimpinan lembaga manajemen PTN terkemuka yang mendapat "order" merekrut calaon karyawan bank. Salah satu syaratnya...."tidak boleh terlalu kreatif" (robot kali ya!!).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H