Lihat ke Halaman Asli

Hilangnya Etika dan Dosa dalam Dunia Politik Indonesia

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melihat berita tentang pemilu dan yang behubungan dengan hal itu membuat saya bingung dengan hancurnya kondisi ini. Masa kampanye yang harusnya menjadi ajang memperkenalkan kualitas setiap calon dan juga visi dan misinya, malah menjadi ajang menjelek-jelekkan calon lain dan juga cara-cara kampanye yang tidaks bermoral dan tidak beretika.

Ada dua calon yang saya tahu terang-terangan menyerang lawannya dengan alasan dan tuduhan yang saya rasa hanya menunjukkan kebodohannya. Ada yang bilang jangan pilih presiden boneka, jangan pilih pengingkar janji, dan dengan terang-terangan pula ada yang jelas-jelas ditangkan di televisi mn* group tentang menagih janji salah satu calon yang juga menjabat gubernur salah satu daerah di Indonesia. Ya sepenggal cara kampanye buruk dari calon para pemimpin yang tidak bisa saya banyangkan bagaimana nasib bangsa ini bila dipimpin orang-orang seperti itu. Saya hanya berpikir seperti inikah kualitas calon pemimpin yang akan memimpin bangsa ini dengan menghalalkan segala cara dan melupakan etika? Dari awal saja berani "menjual" diri mereka kepada kecurangan hanya demi ambisi, saya rasa mereka juga akan melakukan hal yang sama bila sudah duduk di kursi panas tersebut.

Hal ini belum juga dengan kampanye negatif dan juga kampanye hitam yang beredar baik secara langsung atau media sosial di internet. Ya siapaun pelakunya, saya rasa mereka adalah orang "brengsek" yang lupa akan etika baik bangsa Indonesia seperti yang tercantum pada pelajaran pancasila yang saya dapat waktu duduk di bangku sekolah. Saya rasa tidak perlu saya sebutkan kampaye busuk yang beredar yah, karena semua calon presiden, calon wakil presiden dan ketua partai terkena serangan "busuk" seperti ini. Dan yang paling parah menurut saya adalah menyerang dengan data palsu tanpa dasar yang benar, yaitu yang berhubungan dengan SARA.

Hal kedua adalah dosa yang terlupakan. Kita juga tahu bagaimana sepak terjang beberapa calon pemimlin bangsa ini, bagaiamana masa lalunya dan juga apa yang telah diperbuat. Dari kasus penculikan aktivis 98, lumpur lapindo di sidoarjo, hutang di negara yang menumpuk dan juga hutang gaji karyawan. Ya bebera dosa yang seakan hilang bila orang tersebut sudah berada di posisi atas dan siap memimpin bangsa ini. Dosa seakan hal yang dilupakan dan tidak berlaku lagi bahkan kasus-kasus korupai yang sudah terungkap menunjukkan hal ini. Bahkan Agama dan Tuhan mengajar untuk meninggalkan dosa dan untuk berbuat baik. Jadi bangsa ini yang katanya negara hukum yang berTuhan serta beragama dengan keberagaman agamanya buat apa diserukan kalau dosa dilupakan?

Hilangnya etika dan dosa adalah cerminan mental yang rusak, dan maka dari itu siapapun presidennya, saya akan mendukung mereka yang berani menyerukan perbaikan mental. Apa arti kesejahteraan tanpa mental yang bagus? Apakah arti sebuah perjuangan tanpa diiuki mental yang bagus? Mental yang bagus menjadi pagar dalam kehidupan untuk tidak melanggar etika dan dosa hanya untuk sebuah ambisi dan kedudukan. Tanpa mental yang bagus, hanya membuat bangsa ini hanya menjadi bangsa yang kaya dengan fakta kemiskinan. Bukankah seruan tentang kesejahteran rakyat sudah ada sejak jaman orde lama dan era sekarang? Dan apa hasilnya? Tetap kemiskinan merajarela bukan? Ya itu semua terjadi karena tidak adanya mental yang bagus yang dimiliki oleh bangsa ini seperti mental para pahlawan dan pendiri bangsa ini.

HANYA DENGAN MENTAL YANG BAGUSLAH ETIKA YANG BAIK AKAN KEMBALI HIDUP DALAM BANGSA INI DAN KEMBALI UNTUK TIDAK MELAKUKAN DOSA. KARENA MENTAL YANG BAGUS SELALU TERKAIT ERAT DENGAN KUALITAS KEROHANIAN DAN PENGENALANMU AKAN TUHAN. MENTAL YANG BURUK SEBENARNYA MEMBUKTIKAN ANDA TIDAK MENGENAL SIAPA TUHAN ANDA.

Laskar Banyuwangi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline