Lihat ke Halaman Asli

Islam Agama Leluhur Kita

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suara adzan itu sudah terdengar keras ditelingaku, mengiringi rengekan tangis diriku saat pertama kali keluar dari rahim ibuku. Yah, begitulah budaya seorang muslim untuk menyambut kehadiran seorang bayi mereka yang kelak akan menjadi generasi penerus bagi keturuna masing-masing. Mereka biasanya mengumandangkan nyanyian adzan ketelinga seorang bayi yang baru lahir dengan harapan tidak akan ada setan ataupun mahluk-mahluk halus yang menggangu sang bayi, ada juga yang beralasan bahwa dengan dikumandangkanya adzan pada awal kelahiran sang bayi, merupakan suatu cara agar sang bayi untuk pertama kalinya, mendengar kata Tuhan. Sebelum lahirpun seorang muslim biasanya membacakan ayat-ayat al-quran dengan tujuan-tujuan tertentu seperti surah Yusuf misalnya, seorang muslim punya keinginan agar kelak sang bayi bisa berwajah tampan seperti nabi Yusuf yang kabarnya, ketampananya tak dapat ditandingi, atau surah Maryam agar sang bayi cantik jika jenis kelaminya perempuan. Dan masih banyak lagi.
Dari cara-cara seorang muslim seperti diatas, Islam yang sesungguhnya bisa dibilang untuk pertama kalinya lahir, karena pengaruh lingkungan sekitar, terutama pengaruh keluarga yang sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari kita. Coba bayangkan saja andai kata orang-orang terdekat kita (dalam hal ini adalah keluarga) merupakan seorang yang menganut umat kristiani, apakah sejak lahir kita akan mendengar suara-suara nyaring muadzin yang begitu merdu dikuping kita, tentu tidak. Yang ada kita pasti akan mendengar gemerincing lonceng gereja dengan pujian-pujian yang mengagungkan Yesus yang Maha Kasih dikuping kita, atau seandainya keluarga kita adalah seorang Budha, pastinya cuma percikan air suci yang akan menyalir di wajah kita.
Agama Islam yang ada saat ini, merupakan agama turun-temurun nenek moyang kita dahulu. Kita bisa tengok saudara-saudara kita yang masih tetap bertahan di pedalaman hutan sana, karena nenek moyang mereka sejak dulu menganut kepercayaan kuno, anak cucunya dan keturunan mereka pasti akan menganut kepercayaan yang sudah dianut terlebih dahulu oleh nenek moyang mereka, hal ini tidak beda jauh sama orang-orang arab jahiliyah dulu, mereka masih mempertahankan kepercayaan kuno dari pada mendengarkan ceramah Muhammad yang dianggap telah menyeleweng dari kepercayaan mereka. Mereka menganggap Islam adalah agama yang aneh, karena ketidak rasionalitasannya. Karena dalam Islam masih banyak hal-hal yang sulit dijangkau oleh akal sehat, seperti Tuhan itu siapa,bagaimana bentuknya,dan dimanakan Tuhan berada.
Selama ini kita cuma bisa ikut-ikutan terpengaruh oleh lingkungan sekitar kita, yang membentuk diri kita sendiri. Dalam Islam pun demikian, sejak kecil kita sudah disuguhin berbagai ritual-ritual keagamaan dan pujian-pujian tentang Tuhan yang sebenarnya, apa arti hakekat semuanya itu belum tentu kita tahu. Seperti salat itu untuk apa seh? Shalawat-shalawat itu apa gunanya? Ataupun puasa yang sering kita kerjakan itu apa sih manfaatnya?
Kita biasanya melakukan semuanya itu karena dorongan dari orang-tua kita atau bahkan paksaan dari mereka, seperti jika kita tidak mengikuti pengajian di sebuah TPQ atau jika kita tidak mau sekolah di Institusi Pendidikan yang berbau islam, seperti Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, ataupun pondok pesantren, kita akan merasa takut karena marahan atau ketidak senangan dari orang tua.
Nah, hemat saya Islam yang saya rasakan saat ini adalah Islamyang belum 100% atas keyakinan diri sendiri juga Islam yang belum bersumber dari hati nurani. Islam saya, saat ini dan bahkan mungkin Islam beberapa orang saat ini adalah merupakan suatu kepercayaan agama yang turun-temurun dari leluhur mereka masing-masing dan bahkan bukan merupakan Islam yang murni dari hati dan diri kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline