Lihat ke Halaman Asli

Aku “Gila” dengan Nietzsche

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nietzsche, bagi penulis adalah sosok yang terlalu rumit dengan segala nalar pikirnya. Pembunuhan yang dilakukannya pada Tuhan mengundang kontroversi yang rasanya perlu diulas dengan para pengikutnya. Tuhan telah mati! Katanya dalam zaratustra, untuk menggantikan Tuhan muncullah sosok superman pengganti Tuhan yaitu manusia unggul atau Übermensch.

Manusia dengan segala keunggulannya dalam menguasai moral budak (will to power). Manusia unggul yang hanya ada dalam bayangan Niezsche. Kesempurnaan yang ditawarkan Nietzsche yang terangkum dalam seorang manusia unggul rupanya tak dapat ditemukan karena adanya penyaringan yang absurt dengan ketentuan yang dibuat oleh Nietzshe.

Nietzsche sering menyesalkan bahwa bahasa tidak mampu mengungkapkan apa yang dia ingin ekspresikan, dan dia meletakkan kesalahan prinsipal itu kepada subjek-predikat dalam tata bahasa. Karena semua kalimat membagi menjadi subjek dan predikat, kita terbuai ke dalam pemikiran bahwa realitas, juga, menghasilkan bentuk ini dan bahwa ada pelaku dan perbuatan.

Dalam pandangan Nietzsche hanya ada amal-perbuatan dan tidak ada pelaku, dan hal itu sama absurdnya dengan mengatakan bahwa keberadaan seekor elang adalah berbeda dari tindakan membunuh atau mengatakan bahwa keberadaan petir adalah berbeda dari percikan cahayanya. Elang adalah tindakan pembunuhan sama seperti kilat adalah kilatan cahaya: kita adalah apa yang kita lakukan. Kita dapat mengatakan Nietzsche adalah seorang metafisika itu sendiri (bukan metafisikus) kata kerja bukan metafisika kata benda.

Sementara kebanyakan para metafisikus memahami alam semesta terdiri dari banyak hal (kateori-kategori), Nietzsche justru bahwa memahami alam semesta itu sebenarnya terbentuk dari kehendak. Kita cenderung untuk percaya bahwa ada subyek yang melakukan perbuatan karena tata bahasa kita menuntut agar kita memberikan subyek untuk kata verba.

Faktanya, Nietzsche menyatakan, tidak ada ‘Aku’ yang membuat keputusan dan bertindak atas mereka. Melainkan, bahwa ‘Aku’ adalah forum di mana kehendak yang berbeda menyatakan diri dalam bentuk keputusan dan tindakan. Kerumitan ini terkadang memang membuat frustrasi, baik bagi Nietzsche dan para pembacanya, sangat sulit untuk membungkus pikiran kita di sekitar gagasan bahwa tidak ada pelaku di balik perbuatan karena setiap ekspresi yang tertulis dari gagasan ini bersandar pada struktur tata bahasa yang memperkuat ide sebaliknya.

Membunuh Tuhan menurut hemat penulis apabila diintegrasikan pada kehidupan nyata saat ini bukan berarti membunuh tuhan yang kita sembah bila berkaca pada pemikiran nietzsche. Namun pembunuhan itu dapat kita ibaratkan pada sebuah molekul kehidupan. Sebut saja, uang! disini kita dapat membunuh kemewahan yang ada di dunia dengan tidak “mentuhankan” uang. Seperti uangkapan dalam sebuah media sosial yang menyebutkan “uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.” Yaah..itu benar! Namun sebenarnya topiknya adalah bagaimana seseorang mampu untuk tidak bergantung dan meletakkan kemewahan di atas segalanya.

Nietzsche mengajak pembaca buah pemikirannya untuk lebih kritis karena ia sendiri berkata untuk tidak menjadi pengikutnya bahkan melawan arus akal nalarnya. Ada hal lain yang dapat memotivasi pembaca dari pemikiran nietzsche yaitu hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi maka kekuatan adalah kebajikan yang utama dan kelemahan adalah keburukan yang memalukan; yang baik adalah yang mampu melangsungkan kehidupan, yang berjaya, dan yang mana; yang buruk adalah yang tidak bisa bertahan, yang terpuruk, dan kalah.

Menyelami pemikiran Nietzsche sama halnya berenang

dalam kolam kopi-susu !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline