Lihat ke Halaman Asli

Odi Shalahuddin

TERVERIFIKASI

Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Ketika Para Pejabat Dipaksa untuk Mendengar Anak

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1346301974146197012

[caption id="attachment_202912" align="aligncenter" width="560" caption="Mendengar pandangan anak "][/caption]

Saya, dan banyak aktivis anak lain, dengan berbagai alasan, selalu menghindari untuk memperingati Hari Anak Nasional. Kami lebih cenderung memilih Hari Anak Internasional atau hari-hari yang bersinggungan dengan persoalan anak, untuk membuat beragam acara. (salah satu alasan mendasar, bisa dilihat dari postingan Zainal Abidin, kompasianer dari Solo yang aktif dalam gerakan anak, di SINI).

Ketika seorang sahabat, datang dan meminta saya untuk menjadi moderator sarasehan yang akan menghadirkan para pemangku kepentingan dan perwakilan anak-anak dari berbagai desa di Kebumen, saya menerima dengan syarat.

[caption id="attachment_202913" align="alignleft" width="210" caption="Bersama, lebih baik"]

13463021801592150229

[/caption]

Syarat yang saya ajukan adalah anak-anak yang harus banyak berperan, sehingga pada posisi ini, anak-anaklah yang melakukan presentasi atau menyatakan pandangannnya, hal mana para pemangku kepentingan hanya memberikan respon dan memberikan komitmen untuk kepentingan anak-anak sesuai dengan Tugas, Pokok dan Fungsi instansi mereka.  Kedua, agar anak-anak juga siap sebagai wakil dari anak-anak yang lain, bukan mewakili pribadi, maka, perlu ada workshop bagi mereka untuk mendiskusikan persoalan dan harapan yang akan disampaikan.

Syukurlah, setelah melalui dialog, sahabat itu menerima persyaratan yang diajukan. Diskusi berikutnya adalah menentukan teknis penyelenggaraan, terutama tentang waktu yang dipilih yang tidak mengganggu kegiatan belajar anak: Hari Minggu.

Persyaratan yang saya ajukan bukanlah hal yang mengada-ada. Belajar dari pengalaman , banyak kegiatan anak-anak yang menghadirkan para pejabat atau tokoh-tokoh masyarakat, pada kenyataannya, anak-anak berada pada posisi pasif, yaitu hanya mendengar “wejangan-wejangan” yang seringkali bersifat normatif dan membosankan. Acara anak, justru menjadi acara untuk menjejali anak-anak secara sepihak dengan berbagai kepentingan orang dewasa.

Anak-anak bisa memahami realitas diri dan lingkungannya. Anak-anak bukanlah barang mati. Ia bisa merekam segenap peristiwa dan mengambil pelajaran dari kehidupan. Maka, anak-anak, pastilah lebih bisa memahami masalahnya sendiri, dan mendorong atau menyuarakan aspirasi mereka kepada para pemangku kepentingan yang berkewajiban untuk menjaga, melindungi dan memenuhi kebutuhan dan hak-hak anak.

Sebelum pelaksanaan, sahabat saya menlpon. Ia kesulitan untuk mendapatkan istilah yang akan ditujukan kepada para pemangku kepentingan. Secara sederhana saya menyampaikan, disebut saja sebagai penanggap dan narasumber.

[caption id="attachment_202914" align="alignright" width="300" caption="Masalah anak dalam gambar"]

1346302237631028235

[/caption] Waktu yang ditentukan-pun tiba. Hari Minggu, tanggal  5 Agustus 2012, sekitar 72 anak dari delapan kecamatan telah hadir. Mereka diantar oleh para pendamping dewasa. Pada saat pembukaan semua bisa berada dalam ruangan, namun ketika workshop dimulai, maka para orang dewasa, kecuali fasilitator, perekam proses dan bagian dokumentasi, harus keluar dari ruangan, agar anak-anak bisa secara lebih bebas berekspresi tanpa intervensi yang berlebihan dari para pendamping. Ini merupakan salah satu standar  dari setiap kegiatan yang bersifat konsultasi anak.

Sekitar lima jam setengah, sejak pukul 09.00 – 14.30, diselingi istirahat, anak-anak berproses untuk mengidentifikasi masalah-masalah anak, mendiskusikan prioritas masalah yang harus segera ditangani oleh pemerintah, dan mendiskusikan gambaran tentang kehidupan anak yang bahagia. Diskusi dilangsungkan ke dalam 10 kelompok anak yang merupakan gabungan dari desa yang berbeda.

[caption id="attachment_202915" align="aligncenter" width="448" caption="Kehidupan anak yang bahagia dalam gambar kelompok"]

13463023221545358922

[/caption]

Selesai workshop, acara langsung dilanjutkan dengan sarasehan. Hadir perwakilan dari berbagai instansi tingkat Kabupaten yakni: Bappeda, BP2AKB, Disnakertrans, Dinkes, dan Dikpora. Perwakilan dari DPRD Kabupaten tidak hadir tanpa penjelasan.

[caption id="attachment_202916" align="alignleft" width="192" caption="ekspresi anak"]

1346302429378214514

[/caption] Sebagaimana direncanakan, sarasehan yang berlangsung selama dua jam, dimulai dari presentasi 10 kelompok anak yang kemudian dilanjutkan dengan tanggapan dari wakil instansi yang hadir. Presentasi dari setiap kelompok juga dilakukan dengan model gallery, yakni, seluruh peserta mendatangi dan mendengarkan kelompok yang tengah presentasi hasil diskusi kelompoknya.

Selesai anak-anak presentasi, barulah perwakilan dari berbagai instansi itu merespon dan memberikan komitmen-komitmen untuk menangani persoalan-persoalan yang dikemukakan oleh anak-anak.

Tapi begitulah, pada setiap acara anak-anak,  ciptakan anak-anak menjadi subyek, menjadi sosok yang bisa menikmati acara mereka dengan hati riang gembira sehingga bisa membebaskan diri mereka untuk tidak takut berekspresi dan menyampaikan pandangan-pandangannya.

Merdekalah anak Indonesia, sejahteralah anak-anak dunia.

Yogyakarta, 30 Agustus 2012 (Odi Shalahuddin)

Tulisan lainnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline