Sedikitnya 100 elemen masyarakat sipil di Yogyakarta, dan individu-individu dari berbagai kalangan yakni: warga, seniman, budayawan, mahasiswa, pekerja, akademisi, pekerja social, dan sebagainya, hari ini, 24 Juni 2012, pukul 14.30 hingga selesai merencanakan akan berada di depan istana Gedung Agung Yogyakarta.
Forum Yogyakarta untuk Kebhinekaan (YUK) demikian wadah yang digunakan bagi semua untuk menghimpun diri . Para peserta akan menabuhkan berbagai bunyi-bunyian dan membacakan manifesto bersama Sultan Hamengku Buwono X dan para duta YUK, yakni: Butet Kertaredjasa (Seniman), Alissa Wahid (putri Gus Dur), Kill the DJ. (kelompok musik) M. Imam Azis (Ketua PBNU), Meth Kusumahadi (aktivis Gerakan Sosial) dan Bondan Nusantara (Seniman) dalam acara Aksi Budaya Yogyakarta untuk Indonesia Bhineka (Manifesto lihat di bawah tulisan ini).
Ditargetkan ribuan orang bisa hadir dengan mengenakan pakaian merah atau putih dan membawa alat-alat yang bisa dibunyikan. ”Bersama-sama kita bunyikan tanda bahaya agar semua orang terbangun,” demikian pernyataan dari sebuah pamflet yang disebarkan oleh panitia.
Pada siaran pers yang disebarkan beberapa waktu lalu dijelaskan bahwa titir kentongan dipilih sebagai simbol peringatan atau tanda bahaya yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa saat terjadi keadaan bahaya dan keselamatan warga terancam.
[caption id="attachment_190234" align="alignleft" width="300" caption="Salah Satu mural oleh Street Art (sumber foto: Album Kukomikan Land di FB)"]
[/caption]
Geliat persiapan untuk aksi budaya ini terlihat marak. Salah satunya aksi dari Street Art yang membuat mural-mural di berbagai jalanan di Yogyakarta yang menggemakan semangat kebhinekaan.
Jadi, tunggu apalagi?
Agendakan sore nanti untuk hadir ke depan Istana Gedung Agung Yogyakarta. Bawa alat-alat yang bisa dibunyikan, dan jangan ragu turut membacakan manifesto bersama. Ciptakan Yogyakarta yang aman dan nyaman bagi semua, menjunjung tinggi kebhinekaan dan menentang segala bentuk kekerasan.
Yogyakarta 24 Juni 2012
___________
MANIFESTO YOGYAKARTA UNTUK KEBINEKAAN
Kebinekaan adalah kenyataan hidup sehari-hari yang tak bisa dipungkiri di Indonesia. Para pendiri bangsa merumuskan negara Indonesia sebagai negara berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan agama dan suku tertentu.
Rumusan itu melandasi semangat bangsa yang toleran, menghargai keberagaman, dan menjunjung tinggi kemerdekaan berpikir dan berpendapat.
Catatan panjang sejarah menunjukkan bahwa Yogyakarta—sebagai kota pendidikan dan salah satu pusat kebudayaan Jawa—selalu memberi ruang bagi keberagaman budaya serta kemerdekaan berpikir dan berpendapat. Kemampuan itulah yang membentuk keistimewaan Yogyakarta.
Akhir-akhir ini, marak terjadi peristiwa kekerasan atas nama agama, suku, dan kelompok. Kami warga Yogyakarta menyatakan:
1. Menolak intimidasi dan aksi kekerasan atas alasan apapun, sebab intimidasi dan aksi kekerasan atas nama perbedaan agama, suku, kelompok, gender, dan ideologi sesungguhnya tidak sesuai dengan prinsip kebinekaan.
2. Mendukung aparat negara untuk menindak berdasarkan hukum, setiap individu ataupun kelompok yang melakukan intimidasi dan aksi kekerasan.
3. Mengajak seluruh masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai kebinekaan, serta tidak membiarkan aksi kekerasan dan intimidasi yang melanggar hak-hak sipil warga.
Oleh karena itu kami warga Yogyakarta mengajak bangsa Indonesia untuk bersikap mendukung dan menjaga kebinekaan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H