Lihat ke Halaman Asli

Odi Shalahuddin

TERVERIFIKASI

Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

PRT Menyikapi Tahun Politik 2014

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PRT menyikapi Tahun Politik 2014

[caption id="attachment_313589" align="aligncenter" width="448" caption="GKR Hemas & Esti Wijayanti (Dok. Pribadi)"][/caption]

Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT), yang merupakan himpunan masyarakat sipil terutama Organisasi Non Pemerintah dan organisasi-organisasi PRT di Yogyakarta, dikenal sebagai organisasi yang memiliki pengalaman panjang dalam melakukan advokasi untuk perlindungan bagi PRT. Mereka seakan tiada mengenal lelah, terus menyuarakan kepentingan-kepentingan PRT dalam berbagai cara. Targetnya, PRT diakui sebagai pekerja dan mendapat perlindungan yang dijamin melalui Undang-undang.

Inisiatif telah dilakukan oleh JPPRT dengan menyusun draft Perda perlindungan PRT sejak tahun 1998 sebagai advokasi bagi PRT di wilayah DIY. Perkembangan kemudian terintis jaringan di tingkat nasional yang mengkristal di JALA PRT yang melakukan advokasi untuk lahirnya UU Perlindungan PRT.

Satu acara yang senantiasa digelar oleh JPPRT adalah memperingati hari PRT Nasional yang jatuh pada 15 Pebruari yang untuk pertamakalinya diperingati pada tahun 2007. Tanggal tersebut dipilih dengan mengacu kepada kasus penganiayaan para PRT di Surabaya yang menyebabkan, Sunarti, salah seorang PRT meninggal dunia.

Pada tahun ini, JPPRT, yang kini tengah merevitalisasi dan menghidupkan kembali Sekolah bagi PRT, memperingati hari PRT hanya dengan menyelenggarakan acara dialog publik, tanpa menggelar aksi di jalan. Acara-pun memang tidak dibuat tepat pada hari PRT mengingat adanya dampak letusan gunung Kelud, yakni hujan abu di wilayah DIY (14/2), sehingga pemerintah Provinsi menetapkan masa tanggap darurat selama satu minggu.

Dialog publik dengan tajuk: “Situasi Kerja Layak PRT: Menyikapi Tahun Politik 2014”, berlangsung di ruang Ki Sarino Mangunpronoto, Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, pada kamis (20/2), dengan menghadirkan para nasarumber, yakni GKR Hemas (Permaisuri HB X dan Wakil Ketua DPD RI), Esti Wijayanti (Anggota DPRD DIY), Sari Murti Widiyastuti (Fak. Hukum Atmajaya), Ririn (wakil PRT) dan Jumiyem (Wakil PRT) serta Buyung Ridwan Tanjung (Aktivis pemerhati PRT dan anggota LOD DIY).

GKR Hemas menyatakan bahwa perjuangan PRT sebagai perjuangan bersama. Faktanya, PRT merupakan kelompok marjinal yang paling rentan mendapat kekerasan dalam relasi ketenagakerjaan. Realita menunjukkan pelanggaran HAM terhadap PRT.

Hal tersebut disebabkan PRT belum diakui sebagai pekerja oleh Negara dalam arti masih dikategorikan sebagai jenis pekerjaan informal sehingga tidak mendapatkan jaminan perlindungan hukum. Juga Pengetahuan PRT yang rendah untuk melakukan pembelaan diri. Hingga saat ini RUU Perlindungan PRT belum bisa diselesaikan oleh anggota legislatif dan pemerintah.

“Penting agar RUU Perlindungan PRT segera oleh DPR RI, mengingat RUU ini sudah masuk ke Prolegnas sejak tahun 2004. Memang (RUU ini) sering ditinggal karena belum dianggap penting oleh DPR RI,” demikian ditegaskan oleh GKR Hemas.

DIY telah menunjukkan keistimewaannya dengan hadirnya Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga.

Esti WIjayanti menyatakan pernah dilibatkan dalam proses penyusunan pergub tersebut. Ia menyoroti tentang hak anak. “Sebagai kota Pendidikan, anak-anak harus sekolah dan tidak boleh dipekerjakan,”

Namun sayang, menurut Esti Wijayanti, pelaksanaannya masih sulit diwujudkan. “Sebagai pengguna, masih banyak orang tidak membuat perjanjian kerja, sesuai dengan yang diatur pada Pergub. Para ketua RT juga masih bingung dan tidak memahami tentang aturan tersebut. Jadi, sosialisasi memang perlu terus-menerus dilakukan, “

Buyung RidwanTanjung, salah seorang aktivis yang sejak awal terlibat dalam advokasi perlindungan PRT, menyayangkan sikap DPR RI dan pemerintah pusat. Dikatakan, saat melakukan advokasi di tingkat nasional, pernah ditantang tentang sikap DIY apakah berani mengatur tentang PRT atau tidak. Bila berani maka mereka akan melanjutkan di tingkat nasional. “Namun setelah di DIY ada peraturan tentang PRT, mereka hingga saat ini belum menyelesaikan atau mengesahkan RUU Perlindungan PRT”

Ririn, mewakili PRT menceritakan tentang situasi dan kondisi PRT di DIY berdasarkan pengalaman-pengalaman mereka, disusul oleh Jumiyem yang menginformasikan tentang perkembangan advokasi untuk pengesahan RUU Perlindungan PRT.

Memang, jika kita benar-benar menempatkan diri sebagai bangsa yang biadab, maka perlakuan manusiawi terhadap siapapun, wajib dilakukan, termasuk pula kepada PRT. Jadi, tunggu apalagi untuk pengesahan RUU Perlindungan PRT?

Yogyakarta, 23 Pebruari 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline