Tiga orang pengusaha tampak bernapas lega. Ketegangan sidang di MPR sudah berlalu. Salah seorang berkata, “Amankah hari-hari ke depan nanti?”
“Maksudmu? Memang masih ada ketegangan seri selanjutnya?” Tanya orang kedua.
“Bukan seri selanjutnya, hanya saja saya merasa agak tergelitik jika membayangkan ke depan,” sahut orang ketiga.
“Apa yang kau bayangkan?”
“Setelah kepala daerah dipilih oleh DPRD, bukan tak mungkin lho Presiden dipilih MPR. Aku Cuma ngebayangin nasib perusahaan Quick Count-ku….bakal gulung tikar.”
“Bukan Cuma itu, KPU, Bawaslu Pusat dan di seluruh daerah, mau ngerjain apa?”
“Jangan terlalu pesimis, dong,” sahut salah seorang yang dari tadi diam saja, “setidaknya masih ada pilihan Lurah dan pilihan Ketua RT….. dijamin tetap langsung dan tak ada yang berminat bikin RUU apalagi UU-nya!!!”
Hadeuh! Dua orang yang lain langsung manyun dengan mimik muka cemberut.****
_______________________
Di hari lain, ketiga orang pengusaha itu tak sengaja bertemu lagi di sebuah café. Mereka berdebat soal seberapa besar pengaruh mereka terhadap Presiden terpilih.
"Saya tahu sebenarnya saya cukup berpengaruh," pengusaha pertama unjuk diri, "ini buktinya, saya dapat undangan resmi dari Presiden untuk makan malam pribadi."
"Lumayan," pengusaha kedua menimpali, "Bagi saya, berpengaruh itu artinya, jika Presiden mengundang saya untuk makan malam. Ketika kami sedang makan malam, telepon berbunyi dan dia tidak menjawabnya. Itulah baru mengesankan,” pengusaha kedua tak mau kalah.
"Ah itu semua keciiilll….," timpal pengusaha ketiga tak mau kalah, "Kemarin, Presiden mengundangku makan malam, kemudian ketika kami sedang berbicara sambil minum kopi, teleponnya berbunyi. Presiden mengangkatnya dan mendengarkan sejenak, setelah itu melihatku sambil berkata, 'Ini untuk Anda.' Nah, apa gue bilang, kurang dahsyat apalagi?"***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H