Gelembung gagasan agar Tanggal 30 Desember diperingati sebagai Hari Humor Nasional, ditiupkan oleh seorang penyulam dan penelisik humor kita yang amat langka; yaitu, Bambang Haryanto dari Wonogiri, Jawa Tengah. Landasan argumennya tidak hanya karena pada tanggal tersebut tercatat sebagai tanggal meninggalnya humoris besar KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa Gus Dur dan "pergi'-nya pelawak Dono (Wahyu Sardono) salah seorang personel Warkop DKI, tetapi juga ada alasan lain yang lebih strategis dari kaca mata waktu (kala mangsa/timing) dan momentum.
Dari aspek waktu, tanggal 30 Desember adalah saat "muntub-muntub"-nya pergantian tahun; pada saat seperti ini, secara momentum kita sedang berada di pelepasan segala macam urusan rutin manusia pekerja (workaholic -- gak duwe wudel) dan urusan kita sebagai bagian dari agen kapitalisme, jika kelupaan suka menjerumuskan kita menjadi binatang ekonomi.
Dan dari aspek momentum, kan sudah disebutkan di kalimat sebelum ini, suasana yang sangat kondusif lahir batin ini (iya kalau cukup sandang-pangan), merupakan saat yang sangat tepat untuk mengevaluasi seluruh perjalanan, perilaku, perbuatan, pernyataan dan seterusnya. Apakah kita sudah lucu, sudah baik, sudah mempersembahkan karya buat hidup dan kehidupan ini atau kita hanya numpang lewat, numpang tinggal, numpang nampang dan numpang hidup di kehidupan orang lain?
Pertanyaan-pertanyaan itu akan menjadi menarik manakala energi humor dipakai untuk menjadi satu-satunya pisau analisa (tanpa menafikan peran psikologi, seni, dan budaya) guna mendekati berbagai persoalan yang ada dan terjadi di negeri ini. Salah satu keterusterangan humor, memang dapat mengagetkan siapa saja, karena ia akan menelanjangi kemunikafikan dan artifisialime tanpa tedeng aling-aling. Tanpa padang bulu; baik bulu ketiak maupun bulu-bulu yang lain.
Saya lebih suka menginggriskannya secara awur-awuran bahwa Humor is an art about opening everything hiding. Intinya, semakin disembunyikan sesuatu yang menarik perhatian, maka upaya penelanjangan itu akan semangkin efektif. Salah satu contoh atau identifikasi paling frontal (kadang radikal) ada pada tokoh BAGONG (punakawan dalam kisah pewayangan). Ya si bungsu dari Punakawan, Semar Gareng dan Petruk ini, dikenal sebagai sosok yang egaliter, ceplas-ceplos, bebas feodalisme, bebas basa-basi, bebas monarkis juga; kecuali Yogya, tentu saja.
Sumbangsih humor paling besar dalam evaluasi model ini salah satunya kita mendapatkan pencerahan dengan rela hati, karena tidak ada yang memaksa, mengancam dan memolitisasi. Jadi pyurrrr atas keinginan dan kerelaan hati sendiri. Syukur-syukur setelah melihat peta ke-katrokan, kesialan, ke-sodrunan, ke-belegukan kita, kita bisa ketawa. Ternyata yang tolol bukan hanya kita, ternyata banyak juga teman lain mengalami hal yang sama, jadi bukan hanya korupsi yang berjamaah, tolol berjamaah juga ada. Maka legalah hati kita. Dalam psikologi dikatakan, proses transformasi individu bakal terjadi manakala si individu dapat menemukan kekurangan-kekurangan diri di masa sebelumnya dan dari sana ia memulai langkah-langkah baru, dan strategi-strategi yang baru. Khususnya lagi, agar setelah tahun baru kita berangkat dengan visi dan orientasi yang lebih bermutu.
Jadi, Hari Humor Nasional itu murni dan free dari iuran. Anda dapat merayakannya meski hanya dengan sekaleng krupuk dan sambal kecap. Tidak ada kewajiban upacara, apalagi demo di lapangan, di jalan-jalan. Humor benci kekerasan. Jangankan kekerasan, penghakiman, pembunuhan karakter juga dijauhi habis-habisan, amit-amit jabang bayiikkk. Tapi ngritik, nyindir, harus! Humor tidak selalu harus teriak dan meronta-ronta, tidak, kadang ia hanya berbisik, tidak berisik, sangat halus; kadang ia bergitu senyapnya sesenyap orang berdoa. Tetapi energi humor sungguh menyelinap, ia mengajak orang tobat atau memperbaiki dosa sambil tertawa-ria (batinnya, tentu saja). Tidak perlu otot-ototan, gontok-gontokan; kurang enak apa, coba?
Demikian, berdasarkan poling, saya, orang ketiga yang setuju 30 Desember sebagai Hari Humor Nasional setelah Jaya Suprana dan Tri Agus SS. Tetapi di luar dugaan, setelah tulisan ini diluncurkan di facebook setahun yang lalu, bagai air bah (wah bombas dikit), temen-temen yang lain menyatakan setuju. Moga sahabat-sahabat Kompasianer juga demikian. Salam humor! Selamat merayakan Hari Humor Nasional sesuai dan semampu anda, selama itu bermakna positif bagi diri kita maupun orang lain!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H