Lihat ke Halaman Asli

Mengupas Tuntas "Ai: Cinta Tak Pernah Lelah Menanti'

Diperbarui: 23 Februari 2018   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.goodreads.com

"Cinta seperti sesuatu yang mengendap-endap di belakangmu. Suatu saat tiba-tiba kau baru sadar cinta telah datang menyergapmu tanpa peringatan." Winna Efendi, Ai

Ai adalah novel karya Winna Efendi. 'Ai' dalam Bahasa Jepang berarti cinta. Sesuai dengan judulnya yang diambil dari bahasa Jepang, novel ini juga memiliki nuansa Jepang yang sangat kental. Dalam novelnya Winna Efendi menghadirkan kisah cinta yang tumbuh dari persahabatan. Kisah persahabatan antara Ai, Sei, dan Shin dimasa remaja mereka, dihadirkan melalui suara hati Sei dan Ai. Cerita yang runtut dan pilihan diksi yang baik menjadi daya tarik novel ini. Dalam bagian pertama, penulis menghadirkan suara hati Sei sedangkan pada bagian kedua dihadirkan suara hati Ai.

Bagian pertama menghadirkan konflik batin Sei yang mencintai Ai dalam diam meskipun ia masih belum menyadarinya. Digambarkan sosok Sei yang tulus serta sudut pandang yang datar menggambarkan sosok Sei yang pendiam, tenang, dan sabar. Sosok Sei dalam novel ini juga gambarkan sebagai orang yang rajin. Terbukti dari kesehariannya yang sering dihabiskan di restoran milik keluarganya. 

Selain rajin, sosok Sei juga digambarkan sebagai orang yang penyayang. Hal ini tampak dari tindak tanduknya saat Ai bercerita bahwa ibunya meninggal. Tak hanya terhadap Ai, Sei juga digambarkan sebagai sosok yang menyayangi keluarganya, terbukti dari keinginannya meneruskan usaha keluarga bukan karena terpaksa.

"Sei mendesah, lalu mengalah. Dia tidak pernah menang beradu mulut denganku. Biasanya, dia terlalu malas untuk memberikan argumen dan lebih senang mengalah saja. Ahkirnya, dia berdiri mengenakan sehelai kaous tipis, membiarkanku mengambil papan sterika dan menggosok seragamnya hingga licin...." --Halaman 188


Berbeda dengan Ai, ia digambarkan secara langsung sebagai sosok yang ceria, cerewet, dan berapi-api. Dalam cerita Ai merupakan sosok gadis populer idaman para kaum adam karena ia keturunan asing. Namun, hal inilah yang membuat Ai tidak memiliki banyak teman perempuan. Digambarkan dalam novel, Ai merupakan sosok gadis yang dibenci oleh kaum perempuan karena popularitasnya diantara kaum laki-laki. Ia digambarkan sebagai sosok yang sering bergonta-ganti pacar, namun tak ada yang bertahan karena kedekatannya dengan Sei. Ai merupakan sosok yang setia kawan. Ia lebih memilih putus dengan pacarnya dibanding harus menjauh dari sahabatnya itu.

"Namun, satu-satunya sahabat perempuan yang dimiliki Ai adalah Chiharu --anak pemilik toko buku iwamura, yang juga tumbuh besar dengan kami. Chiharu sama cerewetnya dengan Ai, dan setiap kali mereka bersama, mereka tidak pernah kehabisan bahan pembicaraan...." --Halaman 46

"Tentu saja, ada sesuatu yang menarik tentang seorang gadis muda keturunan asing, dengan rambut merah, kulit keemasan, dan mata biru. Aku mengerti mengapa Ai memiliki banyak teman, mulai dari laki-laki yang ingin menjadi pacarnya, sampai para penjual sayur di pasar. Seperti aku, mereka semua menyukai semangatnya, penekanan di setiap kata-katanya yang berapi-api, keceriaannya dan raut wajahnya setiap kali dia berbicara, seakan-akan dia benar-benar memperhatikan lawan bicaranya." --Halaman 45

 Selain menghadirkan bagaimana persahabatan Sei dan Ai yang tulus dan murni, ditengah-tengah perjalanannya mereka bertemu dengan sosok shin. Ia digambarkan sebagai sosok remaja modern yang datang dari kota besar. Tidak terlalu jelas bagaimana sifat Shin, namun penulis menggabarkan Shin adalah sosok pemuda kota yang memiliki gaya berbeda dengan yang lainnya. Shin merupakan tokoh yang dekat dengan teknologi karena ia datang dari kota metropolitan, berbeda dengan Sei dan Ai yang lama tinggal di pedesaan. Shin merupakan orang yang mampu mengikat hati orang dengan mudah. Ia adalah orang yang ramah dan mudah berteman, pengetahuannya luas sehingga ia dapat mampu berbincang dengan topik yang bermacam-macam.

"Pemuda itu sepertinya seusia dengan kami. Rambutnya yang cepak ditata dengan gaya anak muda yang sering kami lihat di televisi, dicat kecoklatan dengan sentuhan keemasan. Kulitnya begitu pucat, tidak seperti kami yang sering terbakar matahari. Kedua matanya sipit dibalik kacamata berbingkai tranparan. Pakaiannya juga sedikit eksentrik, dengan kaus kebesara, jeans biru gelap, dan jaket berwarna senada. Sangat jelas dia bukan warga lokal." --halaman 20

"... Pada saat-saat seperti ini, aku menghabiskan waktu berdua dengan Shin tanpa kehadiran Ai, berbicara tentang berbagai topik seperti teknologi, arsitektur, politik, dan otomotif. Kami berdua sangat cocok, dan aku tidak pernah punya sahabat dekat lain kecuali Ai sehingga rasanya menyenangkan dapat bertukar pikiran seperti itu bersama Shin." --halaman 33-34

Pembaca diajak untuk merasakan bagaimana emosi tokoh melalui sudut pandang orang pertama pelaku utama. Hal ini membuat pembaca merasakan apa yang tokoh rasakan. Dimulai dari bagian pertama yang dihadirkan dengan sudut pandang salah satu tokohnya yaitu Sei. Pada bagian ini Sei lebih banyak mengingat masa lalunya saat bertemu dengan Ai pertama kali. Dengan emosi yang datar dan tidak membosankan, penulis mengenalkan tentang bagaimana kehidupan mereka didesa. Bagian pertama ini, lebih banyak menceritakan tentang Ai dan persahabatan mereka bersama Shin. Pengenalan konflik dimulai dari bagian ini, yaitu saat mereka mulai pindah ke Tokyo untuk menuntut ilmu. 

Sei mulai menyadari bahwa dirinya mencintai Ai, namun Ai lebih memilih Shin. Pada ahkir bagian ini Shin meninggal, hal ini membuat Ai sangat terpukul. Pada bagian kedua, penulis menghadirkan sudut pandang Ai. Berbeda dengan bagian pertama yang datar, bagian kedua ini penuh konflik. Hal ini dipegaruhi oleh sifat Ai yang berbeda dengan Sei dan mulai memuncaknya konflik. Bagian kedua ini terkesan lebih sedih, karena penulis mengawalinya dengan sedikit mengingat kembali saat-saat Shin masih hidup. Bagian kedua lebih banyak menceritakan betapa terpukulnya Ai setelah kehilangan Shin. Banyaknya mengingat masa lalu, membuat alur bagian ini maju mundur.

"Ai sebagai kakak perempuan dan aku sebagai anak laki-laki. Tidak semudah itu merumuskan hubugan kami. Walaupun Ai terkadang berlagak dewasa dan bertindak seperti kakak yang menyuruh-nyuruh adiknya, banyak kejadian saat aku yang berlaku sebagai kakak, melindunginya...." --halaman 3, bagian pertama

"Matahari pagi sebentar lagi akan terbit. Langit ufuk timur dihiasi semburat oranye, membaur dengan biru gelap yang sempurna, menciptakan palet warna yang tidak biasa. Di kejauhan, kapal-kapal nelayan mengapung menjauh,... Aku, Sei, dan Shin sedang berbaring di pantai, mendengarkan sepoi angina dan camar pagi bersahut-sahutan...." --halaman 184, bagian kedua

Hal lain yang membuat novel ini menarik adalah latarnya. Cerita dalam novel ini berlatarkan di sebuah desa dekat pantai di negara Jepang. Dalam kisahnya, Ai tinggal memiliki pemandian tradisional jepang. Ia pun tinggal di lantai dua pemandian tradisional milik keluarganya. Di sebelah pemandian tradisional milik keluarga Ai, terdapat restoran milik keluarga Sei. 

Novel ini menjelaskan latar tempat dengan sangat rinci sehingga pembaca dapat membayangkan situasi di Jepang dengan sangat baik. Tak hanya di restoran dan pemandian tradisional di sebuah desa kecil, namun pembaca diajak untuk membayangkan bagaimana rumah kos di Tokyo. Penulis mampu menjelaskan suasana jepang dengan sangat rinci sehingga pembaca dapat terbawa suasana nuansa jepang, tidak hanya sebagai latar tempat saja.

"Inilah tempat kami tinggal sekarang. Sebuah unit apartemen kecil di sebentuk gedung tua,...." --Halaman 77

"Restoran kelurga kami adalah salah satu restoran terbesar di desa...." --Halaman 9

Tak hanya latar tempat, nuansa romatis sore hari pun senantiasa dihadirkan. Ai, Sei, dan Shin sering kali menikmati sore bersama. Suasana pantai dengan matahari terbenam yang indah, membuat pembaca merasakan indahnya persahabatan mereka. Selain itu, penulis sering kali menghadirkan momen indah di pagi hari. Meskipun tidak selalu dinyatakan secara jelas, namun pembaca dapat mengasumsikan bahwa pertiwa tersebut terjadi pagi atau sore hari.

"Pagi ini, di depan rumahku, seperti biasa, aku menunguu Ai, yang selalu terlambat. Tas sekolah merah yang dibelikan pamanku...." --Halaman 14

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline