Lihat ke Halaman Asli

Mendekatkan yang Jauh Menjauhkan yang Dekat

Diperbarui: 27 Mei 2017   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Media sosial atau biasa kita sebut dengan “medsos” adalah hal yang wajib dimiliki berbagai insan masyarakat. Semua lapisan masyarakat rasanya sudah kenal baik dengan hal ini. Dimulai dari facebook yang sangar tenar di kalangan remaja, lalu mulailah bermunculan berbagai macam bentuk media sosial. Tak heran jika kini kita menjumpai anak sekolah dasar memainkan Instagram atau seorang kakek-kakek berbicara melalui skype.

Munculnya berbagai macam media social ini membuat masyarakat semakin bebas menyampaikan pendapatnya. Tak aneh jika kita menjumpai bebagai jenis perang antar kelompok di media sosial. Manusia belakangan ini menjadi  membicarakan hal-hal bodoh yang sebenarnya tak membuahkan hasil apapun jika diperdebatkan. Contohnya, ketika tahun berganti orang-orang mulai membicarakan apakah sebaiknya kita merayakan tahun baru atau tidak. Hal yang sebenarnya tak terlalu penting untuk diperdebatkan menjadi terlihat penting di mata masyarakat. Mengapa kita tidak mencoba menghargai kepercayaan seseorang, apakah dia merasa penting ikut meramaikan tahun baru atau tidak. Contoh lain adalah ketika perayaan valentine tiba. Seperti yang kita tahu bahwa perayaan valentine adalah perayaan kasih sayang. Ketika mulai perayaan valentine masyarakat mulai meributkan perlu atau tidak perayaan tersebut. Media sosial mulai ramai tentang valentine, mulai dari yang menyebarkan sejarah valentine yang sesungguhnya tidak ada benarnya sampai berujung ke penistaan agama. Begitulah valentine yang tadinya hari kasih sayang, berubah menjadi hari perang di media sosial. Orang-orang kemudian menganggap dirinyalah yang paling benar dan orang lain salah, terlepas dari fakta benar atau tidak.

Tak hanya perang, media sosial juga menimbulkan keadaan sosial yang tak baik. Kita mulai menyebarkan hal seperti “jika kamu nge-likemaka kamu membantu orang ini”. Hal ini adalah hal yang perlu ditangisi. Tak perlu kita memberi likepada media sosial itu kitapun dapat membantunya. Justru karena kita menyebarkan fotonya, kita menjadi mengganggunya. Bukan pasal kita peduli padanya atau tidak, namun hal tersebut seperti olokan. Ada baiknya jika kita membantu orang yang membutuhkan dengan aksi, bukan menyebarkan fotonya di media sosial. Bayangkan saja jika itu foto kita yang disebarkan oleh orang lain. Bukankah kita akan merasa terhina?

Fenomena lain yang terjadi di masyarakat contohnya ketika kita berkumpul. Kebanyakan dari kita malah sibuk dengan handphonemasing-masing. Seakan media sosial mendekatkan yang jauh, namun menjauhkan yang dekat. Orang sibuk update status sehingga kehilangan tujuan awal mereka bertemu.

Perubahan masyarakat tak lagi dapat kita pungkiri adanya. Semakin berkembangnya jaman, manusia pun berubah-ubah perilakunya. Kitapun tak dapat mencegah, apalagi menghentikan. Ada baiknya kita mengikuti arus supaya tidak ketinggalan, namun jangan sampai terbawa arus.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline