Ini bagin kedua dari tulisan pertama, tentang kiprah IGI dan gerakannya..
Pemanfaatan Sosial Media untuk kampanye online IGI Maluku.
Dengan modal hampir 5.000 teman yang menjalin perkawanan di FaceBook, gaung IGI Pro Maluku, dengan cepat menjalar di setiap pikiran orang yang berkawan dengan penulis, apalagi beberapa di antaranya juga merupakan pengajar baik dosen, guru, atau pengajar lepas lainnya. Sehingga ketika tagline IGI Pusat dan IGI wilayah Maluku mulai terpampang di wall FB, makin banyak yang menarik perhatian. Mungkin bukan data yang valid, tapi dari setiap postingan tentang IGI selalu mendapat like (jempol biru) di diding Facebook. Inilah salah satu kemajuan terkini dari teknologi sosial media saat ini yang bisa dimanfaatkan dengan baik tentunya.
Alhasil, ketika sukses menggelar acara sosialisasi IGI Propinsi Maluku di Kota Masohi, Maluku Tengah. Banyak respon dari kawan yang mulai mengirim pesan di Inbox FB bahkan SMS atau WhatsUp. Respon pun beragam, dari yang pro hingga yang agak kontra akan hadirnya IGI di Maluku.
Hentakan IGI Pro Maluku di awal berdirinya..
Dari hasil pertemuan dan sosialisasi dan pelatihan IGI Kota masohi 16 Januari 2016 yang menghadirkan 145 peserta dari seluruh sekolah di Masohi, (SD, SMP, SMA, SMK) dan guru-guru madrasah, memberi gambaran dan kesimpulan sementara bahwa rupanya bener para guru sudah lama ditinggal dan jauh dari pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan dinas termasuk organisasi profesi, kalaupun ada hanya kepala sekolah atau segelintir orang saja yang diikutkan, tetapi sebagian besar para guru jarang sekali dilatih. mereka kadang belajar secara otodidak, atau seadanya saja.
Bagi kawan-kawan guru yang mendukung adalah mereka yang tau benar kiprah IGI di Pusat dengan berbagai pelatihan dan pendampingan guru yang ingin kualitas guru lebih profesional lagi, dan mereka rela bahkan pasang badan untuk memajukan IGI di tempat masing-masing, minimal menjadi anggota dengan mendaftar langsung secara online.
Tapi bagi mereka yang pesimis, adanya IGI adalah bagaimana mungkin IGI bisa bersaing dengan 'saudara tuanya' PGRI yang sudah lama berkiprah dari pusat hingga di daerah, bahkan sebagain besar guru di kabupaten, sangat ditekan oleh birokrasi pemda untuk tidak bisa malaksakanan pelatihan yang berlabel IGI karna mereka sudah merasa berhutang jasa atas sertifikasi profesi yang diusahakan oleh PGRI. Apalgi pentolan PGRI ada pada jabatan birokrasi kepala dinas hingga UPTD, ini juga yang menciutkan nyali para guru sehingga masih ragu-ragu menerima dan berjalan pada gerbong IGI.
Isu Lain hadirnya IGI di Maluku
Isu yang tatkala menyimpang dari beredarnya SMS dan Inbox FB yang penulis terima adalah bahwa IGI hadir di seluruh Maluku di bawah label politik tertentu demi suksesi kepemimpinan di daerah, berkaitan dengan dukung mendukung calon yang akan duduk sebagai kepala Daerah atau wakilnya di kabupaten dan kota. Isu ini muncul kembali di Kab. Maluku Tengah dikarenakan salah satu calon yang mewarnai bursa calkada yang akan maju dari keluarga klan 'Ode' yang namanya kebetulan mirip dengan Penulis. padahal sampai hari ini penulis sendiri tidk pernah bertemu atau bertatap muka dengan orang yang disebut-sebut itu.
Sekaligus hadirnya tulisan ingin mengklarifikasi, bahwa idealismelah yang memberi keyakinan kepada penulis untuk bisa menularkan spirit dan motivasi Ikatan Guru Indonesia (IGI) di wilayah Propinsi Maluku dan kabupaten Kota, kepada para guru. Idealismelah yang murni bertujuan ingin berbagi dan tumbuh bersama guru dengan jargon, 'sharing and growing together' sebagai motto IGI secara nasional. jika bukan karena moto ini, bagaimana mungkin IGI dengan cepat dapat diterima di seluruh kalangan guru.