Lihat ke Halaman Asli

Berbagi Ilmu di Kota Piru - Kab. Seram Bagian Barat

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perjalanan ke sana

Berpetualang di Bumi Piru Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Berbagi tips Ilmu Ramah pada Pengajar Sekolah Dasar melalui program peningkatan kualitas guru sekolah dasar yakni PPKHB (Pengakuan Pengalaman dan Kinerja Hasil Belajar) pada puluhan guru SD di kabupaten bagian barat pulau Seram (baca: se-ram) ini, sungguh terasa menantang. Seperti pada program di beberapa kabupaten lainnya kali ini adalah daerah yang belum pernah saya datangi, sehingga butuh pemandu panitia lokal (pengelola) untuk selalu kontak telepon untuk sekedar memandu perjalanan, biar tidak salah arah. Maklum daerah ini baru pertama kali disinggahi sebagai pengajar.

Perjalanan dari rumah ke tempat penyeberangan veri yang akan menghantarkan dari pulau Ambon ke pulau Seram, sempat terhambat karena hujan, sehingga motor bebek yang biasa dipacu kencang hanya bisa menyesuaikan dengan 60km/jam. Karena hujan terus mengguyur, akhirnya sepeda harus ditambat pada rumah family yang berada di salah satu desa sebelum tempat penyeberangan (desa Tulehu) , dan perjalanan dilanjutkan dengan angkot sampai pada dermaga penyeberangan.

Betapa kecewanya sampai di dermaga tak ada panitia yang menjemput, rupanya setelah  dihubungi via HP lebih memilih mendahului kami dengan alasan mempersiapkan tempat dan akomodasi di tempat mengajar nanti. Perjalanan pun dilanjutkan dengan very menyeberangi selat Seram yang sempat teduh meski diguyur hujan, butuh waktu tempuh 1 jam 30 menit hingga tiba di dermaga Waipirit, Kairatu.

Setelah mendapat kepastian angkutan murah menuju kota Piru, perjalanan pun dilanjutkan melewati beberapa desa, bukit, lereng, tebing, jurang sekakan menantang perjalanan ini. Angkutan ini seperti meliuk-liuk di atas pegunungan dengan pemandangan sejuk dan indah di atasnya. Sayangnya kepala yang mulai pening tidak bisa menikmati semua keindahan itu, sebab gerakan berputar dan turun naik angkutan yang mengikuti jalan menuju Piru ini hampir saja membuat mual dan lebih memilih untuk memejamkan mata, berusaha mengusir rasa pening yang memuncak.

Alhamdulilah, tiba di sebuah kota yang disebut Piru, seingat saya kota kabupaten ini baru saja dimekarkan 7 tahun lalu, berpisah dari kabupaten induk Maluku Tengah. Sebelumnya menjadi kecamatan Seram Bagian Barat kini menjadi kota kabupaten Seram Bagian Barat. Untuk disebut sebuah kota, memang masih jauh dari harapan, sepintas selalu penataan rumah warga, pasar dan toko belum diatur semaksimal mungkin, sehingga nampak (maaf) mungkin masih layak dikatakan kecamatan atau desa-desa. Sebuah terminal Angkutan kota yang berada di dekat Pasar, nampak tidak diatur dengan bagus, semrawut padahal jumlah angkutan yang nampak Cuma 5 unit, pasar di siang ini pun tampak sepi, jarang ada aktivitas yang berarti. Sempat terlihat di sepanjang jalan beberapa bangunan, rumah, kantor, bank dan sebuah hotel mewah yang turut mewarnai pembangunan kota yang mulai dibenahi dari awal.

Sambil menghabiskan makan siang di sebuah rumah makan di depan terminal angkutan kota, sempat berfikir bahwa sungguh luar biasa warga di sini yang bisa bertahan jauh dari ibu kota, seakan terisolasi dari dunia luar, tapi seperti tidak mau ketinggalan dengan mreka yang ada di luar sana,  sebab kelihatan sekali mreka mulai berbenah dari sisi lingkungan, rumah dan bahkan penampilan mereka.  Jarak tempuh yang harus melewati gunung dan lembah untuk sampai di sini, tidak menyurutkan warga kota kecil ini untuk merubah kesempatan dan nasib mereka, semoga di kelas nanti, semuanya bisa cepat berubah dengan semangat ini. Setelah beristirahat sebentar dan ditunjukan sebuah penginapan sederhana, tiba saatnya diberi jadwal mengajar  hari ini juga dan satu jam lagi, sebab mahasiswa yang terdiri dari puluhan guru SD sudah menunggu rupanya sejak pagi tadi dan siap mengikuti apa yang didiskusikan di kelas.

Berbagi Ilmu

Di Kelas rupanya sudah menanti mahasiswa-mahasiswi yang kebanyakan guru senior yang rata-rata usianya jauh di atas saya,  luar biasa semangatnya, semoga ini tidak semata mengejar gelar sarjana untuk disertifikasi profesi gurunya, dan semoga ini adalah niatan yang baik untuk memperbaiki dan meluruskan persepsi mengajar, lebih-lebih pada mencari inspirasi dan informasi baru tentang bagaimana seharusnya anak didik di SD nantinya melanjutkan proses pembelajaran dengan kondisi yang terbatas seperti ini.

Sebab dari perkenalan awal rupanya, banyak dari para mahasiswa ini adalah guru-guru di pedalaman dan pelosok yang jaraknya 20-30 km, untuk sampai di kota piru, bahkan ada dari beberapa pulau disekitar Piru, yang membutuhkan waktu yang tak singkat. Dan semoga hal ini hanya demi melakukan ‘charger’ ilmu pengetahuan yang mungkin sudah agak ‘lowded’ untuk bisa kuat lagi energinya menghadapai dunia pembelajaran keseharian yang dinamis dan penuh problematika.

Mata kuliah kali ini yang diberikan adalah pengembangan Pembelajaran Pkn SD, sebuah model yang memberi kesempatan kepada setiap guru untuk bisa mengembangkan materi/mata pelajaran Pkn dengan berbagai pendekatan, model, media di kelas rendah dan tinggi sampai pada aspek penilaian afeksinya. Satu yang saya bisikkan dalam hati, usia tambah 5 menit. Usia yang rata-rata berkepala empat bagi para mahasiswa ini agak sulit jika menggunakan metode ceramah dan diskusi semata, apalagi sudah kecapean seharian untuk menanti kedatangan kami. Solusinya? Active learning. Modelnya coperative learning dengan penggunaan media alam (rumput) sebagai alat bantu penjelasan materi.

Setelah dijelaskan dengan gamblang dan sederhana, sampailah pada sebuah kesimpulan bahwa tidak perlu menghadirkan media teknologi yang canggih untuk memulai sebuah pembelajaran yang mudah dipahami termasuk dalam materi Pkn di SD sebab media alam pun bisa dipergunakan secara maksimal, tergantung dari guru yang bisa mengelola dan memanfaatkannya.  Disamping itu peran pembelajaran aktif berkarakter tidak bertumpu pada aktifnya guru memberikan materinya, tetapi juga dengan kata kunci bahwa ‘guru melakukan apa sehingga siswa melakukan apa’ guru aktif dan siswa aktif, inilah yang akan memunculkan activitas pembelajaran yang aktif. Segala yang akan dilakukan guru akan ditiru dan dilakukan oleh siswanya, tapi jika guru hanya main perintah dan tunjuk sana-sini, sedang siswanya hanya berteriak paham dan pura-pura paham, tidak akan banyak manfaatnya, sebab beberapa teori membutkikan bahwa metode ceramah hanya akan berpengaruh sebesar 25% dibandingkan dengan metode active learning, berbuat dan bertindak oleh guru dan siswa. Hal Inilah dalam teori pembelajaran dikenal dengan pendekatan aspek kognitif dan psikomotorik, termasuk mengarahkan kepada pembelajaran sikap. (afektif)

Berdasarkan pengalaman, saya sering mencontohkan kenapa melatih senam, tari dan gerakan lainnya lebih mudah diingat dan diserap oleh siswa? Dibandingkan menyuruh menghafal teori atau naskah tertentu? Jawabnya karena menggunakan pendekatan kognitif dan psikomotorik. Kognitif adalah aspek pengetahuan sedang psikomotorik adalah gerakan dan aktivitas. mudahnya ada hafalan ada gerakan, sehingga mudah diingat dan dipahami, sebagaimana kaum muslimin melakukan dan belajar pertama kali tentang sholat, akan lebih mudah dan cepat paham sebab gerakan sholat dibarengi dengan hafalan zikrullah dan bacaan lainnya. Babhkan ketika diulang-ulang dan sering dibaca-pun tidak bosan dan seakan menjadi kebutuhan, akan sholat. Inilah kunci pembelajaran bermakna itu. Allahu Akbar.!!

Kenyataan

Memang kenyataan tidak selalu sama dengan harapan, untuk merubah karakter siswa atau peserta didik harus dimulai dari gurunya, atau apa yang diajarkan oleh yang mengajarinya, bisa jadi guru, bisa jadi orangtua, bisa jadi masyarakat atau lingkungan di sekitarnya yang sangat pula menentukan perilaku dan karakter anak didik tersebut. taruhlah gurunya bisa mencontohkan hal yang baik dan menjadi teladan bagnya, tapi ketika orang tuanya di rumah tidak mengawasi dan membentengi siswa tersebut, jelas akan sia-sia, olehnya itu tepat jika tanggung jawab pendidikan tidak semata diserahkan kepada guru di sekolah, tetapi bagian dari tanggung jawab orang tua untuk mendidik dan mengarahkan anak tersebut.

Dari berbagai cerita dan pengamatan langsung ternyata lingkungan Piru tidak lagi ‘sebersih’ yang diduga untuk mendukung pembelajaran karakter anak yang baik, sebab bagaimana mungkin siswa diajarkan untuk mandiri dan bekerja keras sementara lingkungan yang ada seakan melegalkan judi dan minuman keras? Beberapa guru kini ditahan kepolisian, karena menjadi pengedar kupon putih dan judi togel, itupun karena sudah terang-terangan, yang sembunyi-sembunyi sangat banyak dan dari pantauan selama di Piru, kebanyakan warga yang berbapapasan di warung, toko, pangkalan ojek selalu hangat membincangkan peluang nomor yang akan keluar dalam taruhan togel nanti. Bahkan toko yang tak jauh dari tempat kami menginap, membuka secara bebas taruhan untuk judi sejenis Togel, dan hadir di sana para pegawai dan beberapa Aparat kemanan untuk sekedar Iseng menaruh nomor prediksinya. Di sana ada seorang Ibu warga keturunan yang menjadi pengepul rupanya.

Untuk minuman Keras bukan hal yang aneh di sini rupanya, suguhan kepada kami yang datang di beberapa rumah pejabat, suguhan penghargaannya bukan lagi kopi atau secangkir teh, tetapi dengan beberapa botol minuman bermerek bintang, dengan basa-basi mereka bilang ini tidak apa-apa, tidak akan mabuk yang lain juga jika ke sini akan seperti ini. Padahal sudah dijelaskan bahwa saya muslim tidak akan menegak yang seperti ini. Astagfirullahul azim. Jika akan seperti ini terus menerus, kapan generasi di kota ini akan bangkit melawan keterpurukan dan keterbelakangan. Siapa yang akan menghentikan kebiasaan ini jika bukan mereka sendiri?. dan sejak Kapan Konstitusi kita di negara ini memasukkan regulasi untuk legalisasi minuman keras di daerahnya....

Dari bebepa diskusi dengan mahasiswa dan beberapa guru jika memang di sini jika ada pengajar seperti saya menjadi hal seperti itu menjadi suguhan resmi dan kebanyakan tidak ditolak, beberapa teman pengajar pun seakan kegirangan mendapat penghargaan minuman kaum jahilyah ini. Bagi saya tidak apalah untuk sementara dibiarkan saja, toh mereka tidak akan paham, jika diberi penjelasan dalam keadaan setengah mabuk, lagian mungkin sudah menjadi tradisi yang mengakar sehingga bersulang dengan minuman penghilang kesadaran ini menjadi kebanggaan tersendiri. Tapi tidak bagi saya.

Generasi Pemabuk dan Penjudi

Aroma ini sangat kentara di negeri bagian barat pulau Seram ini, mungkin karena komunitas yang sebagian besar bukan muslim sehingga begitu bebasnya mengkonsumsi minuman keras dan menjadikan pencarian lewat kupon putih. Lagian siapa yang akan mengontrol daerah yang jauh dari jangkauan kota propinsi dan seakan terisolir seperti ini. Tapi jika hal ini berlangsung terus menerus, maka tidak akan lahir generasi-generasi pemabuk dan penjudi kelas kakap dari daerah ini. Semuanya serba terang-terangan dan tidak dilarang.

Saya sebagai pengajar tidak bisa berbuat banyak jika menghadapi kondisi ini, untungnya beberapa komunitas muslim masih bertahan dan menjauhi perbuatan ini, namun itupun tidak akan merubah kondisi sebenarnya yang terjadi. Untungnya di sebuah masjid jami (Al Muhajirin), di pinggiran selatan kota Piru pun menjadi tempat pelarian untuk berkontemplasi, meski tak banyak yang bisa diajak diskusi, seakan diri ini terkurung di tengah balutan orang-orang yang tak mengenal jalan pikiranku.

Sampai kapan pembelajaran berkarakter dan mencontohi perbuatan orang dewasa  itu bertahan jika orang-orangnya tidak mau diatur dengan jalan yang baik, kita tunggu saja perubahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline