Lihat ke Halaman Asli

Sosialisme Chile 1 : Fasisme Indonesia 0

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Melawan atau Lari

Sosialisme Chile 1 : Fasisme Indonesia 0

Ditulis oleh: Andre Vltchek

Diterjemahkan oleh: Rossie Indira

Beberapa tahun yang lalu saya berbicara dengan dua anggota pemerintahan Allende. Dua orang yang berhasil bertahan hidup. Salah satunya bercerita: “Dulu, sebelum kudeta, sebelum peristiwa 11 September 1973 yang mengerikan itu, mereka mengancam kami: “Awas kawan, Jakarta akan datang!””

“Waktu itu, kami tidak tahu banyak tentang Jakarta,” dia mengaku. “Kami hanya tahu bahwa itu adalah nama ibukota dari sebuah negeri yang jauh sekali dari sini yang disebut Indonesia… Tapi kemudian kami langsung tahu apa yang terjadi di sana…”

‘Jakarta’ bukan hanya sebuah ibukota dari negara keempat terpadat di dunia, tetapi juga merupakan ‘kota besar yang paling tidak layak huni, setidaknya di Asia Pasifik’. Jakarta juga mengacu pada sebuah konsep, sebuah percobaan/penelitian tentang manusia yang amat kompleks, yang dengan cepat berubah menjadi suatu cetak biru yang kemudian diterapkan oleh pihak Barat di seluruh negara-negara berkembang.

Percobaan yang disebutkan diatas mencoba mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Apa yang terjadi pada negara miskin jika terjadi kudeta militer yang brutal, ditambah dengan fanatisme agama, dan kemudian dipaksa untuk hidupdi bawah kaki kapitalisme dan fasisme yang ekstrim? Dan apa yang terjadi jika hampir seluruh kebudayaannya dihancurkan, dan selanjutnya yang diimplementasikan bukannya pendidikan, melainkan mekanisme cuci otak yang disempurnakan di luar negeri?

Bagaimana kalau 2-3 juta orang dibunuh, lalu bahasa, budaya, teater, film seni, ateisme, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan aliran kiri dilarang?

Dan bagaimana kalau preman, pamswakarsa, struktur keluarga dan agama yang sudah kuno, serta media yang ompong, digunakan untuk mempertahankan ‘orde baru’?

Jawabannya adalah: Indonesia sebagai contoh/model! Hal ini berarti: hampir tidak ada produksi, lingkungan hancur, infrastruktur runtuh, korupsi endemik, bahkan tidak ada satu tokoh intelektual pun yang berkaliber internasional, dan terus terang saja populasi yang ada sekarang ini adalah populasi yang ‘buta huruf secara fungsional’, tidak tahu apapun tentang dunia, tentang sejarahnya sendiri dan sejarah kawasan sekitarnya, serta tidak tahu tentang posisinya di dunia ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline