Lihat ke Halaman Asli

Octaviani Diah

Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Kesepian Pada Dewasa Awal Pelaku Self-Injury

Diperbarui: 14 November 2024   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masa dewasa awal disebut sebagai puncak dari perkembangan manusia, yang berada pada rentang usia 18-25 tahun. Pada masa ini terdapat berbagai permasalahan dan ketegangan sosial, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, adanya perubahan nilai, dan penyesuaian diri terhadap pola hidup serta harapan sosial yang baru. Selain itu, adanya tekanan dimulai dari tuntutan orang tua, teman bahkan diri sendiri. Ketidakmampuan dalam membuat keputusan pada berbagai pilihan dapat menyebabkan kondisi stress, kecemasan dan kekosongan atau kesepian.


Di tengah kesulitan emosional yang mendalam, banyak individu yang beralih ke self-injury sebagai cara untuk mengatasi perasaan yang tidak tertahankan, meskipun perilaku ini sering kali memperburuk perasaan kesepian dan isolasi. Self-injury adalah perilaku menyakiti diri dengan sengaja untuk menyakiti jaringan tubuh tanpa berniat untuk bunuh diri. Perilaku tersebut dilakukan untuk mengurangi ketegangan emosional atau psikologis. Meskipun perilaku ini bisa memberikan rasa lega sementara, pada kenyataannya, pelaku self-injury sering kali merasa semakin terisolasi, merasa tidak dimengerti, atau takut untuk terbuka kepada orang lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kim Ho tahun 2019 di Indonesia pada 1.018 partisipan, menunjukkan lebih dari sepertiga (36%) orang pernah melukai diri sendiri dengan rentang usia 18-24 tahun. Lebih lanjut, data Into The Light Indonesia (2021) menunjukkan dari 2.393 individu dengan rentang usia 18-24 tahun di Indonesia sebanyak 98,7% mengalami perasaan kesepian dan 50,4% diantaranya memiliki pikiran untuk melukai diri hingga bunuh diri.

Salah satu prediktor munculnya kesepian pada individu adalah dukungan sosial. Kesepian merupakan gejala yang dapat terjadi pada setiap individu, dimana kondisi kesepian itu sendiri memiliki kadar yang berbeda pada masing-masing individu, meskipun begitu secara khas hal tersebut dipengaruhi oleh kualitas dukungan sosial yang diterimanya. Dukungan sosial merujuk pada perasaan nyaman yang dirasakan oleh individu yang didapatkan melalui perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang di sekitarnya. Sikap inisiatif yang ditunjukkan oleh orang terdekat dalam memberikan bantuan pada pelaku self-injury ketika berada dalam situasi yang tidak menyenangkan memiliki peranan penting. Persepsi yang dikembangkan bahwa dirinya diterima oleh orang di sekitarnya akan membuat individu merasa bahwa dirinya memiliki seseorang ketika membutuhkan bantuan. Sehingga dapat meminimalisir munculnya perasaan kesepian. Sumber dukungan instrumental yang memiliki peran penting adalah keluarga, karena keluarga berperan sebagai dukungan sosioemosional yang bersifat instrumental, seperti adanya perhatian, simpati, kebersamaan, bantuan dan ungkapan rasa sayang.

Mereka yang memiliki teman atau orang terdekat yang siap mendengarkan tanpa menghakimi cenderung lebih mampu mengelola stres dan emosi mereka. Selain itu, adanya komunikasi yang terbuka dengan orang-orang terdekat juga dapat membantu pelaku self-injury untuk merasa lebih dipahami dan diterima. Namun, dukungan sosial bukan hanya tentang memiliki orang lain di sekitar kita, tetapi juga tentang kualitas dari hubungan tersebut. Hubungan yang penuh pengertian dan empati akan sangat bermanfaat bagi mereka yang sedang berjuang dengan perilaku melukai diri sendiri.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh individu dalam upaya untuk mengatasi kesepian adalah dengan mengembangkan self-compassion, dimana self-compassion berperan dalam membantu mengatur atau mengontrol emosi yang dirasakan dengan meningkatkan emosi positif dan menurunkan emosi negatif pada diri individu. Self-compassion merupakan suatu bentuk penerimaan, penerimaan biasanya mengacu kepada situasi atau peristiwa yang dialami seseorang baik positif maupun negatif, menerima secara emosional dan kognitif.

Self-compassion yang cukup membantu seseorang dalam merasakan perhatian orang lain dengan lebih positif dan dukungan yang diberikan khususnya dari orang terdekat. Dukungan yang menunjukkan kepedulian akan memberikan respon bagi pelaku self-injury untuk bersikap adaptif terhadap pengalaman yang menantang. Namun, hal tersebut juga berkaitan dengan kualitas hubungan, perhatian dan dukungan yang dirasakan. Adanya self-compassion yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai pelindung dari perbandingan sosial, perasaan marah dan pemikiran yang tertutup. Individu yang mampu dalam memahami situasi sulit yang terjadi secara objektif dan tidak membesar-besarkan permasalahan akan terbebas dari perasaan kesepian, karena tidak ada pikiran negatif terkait lingkungan sosialnya.

Dukungan sosial dapat membantu individu untuk lebih menikmati hidup yang mengarah pada pengalaman positif dan memunculkan perasaan antusias. Hal tersebut dapat membuat pelaku self-injury tidak berfokus pada perasaan kesepian dan tidak menarik diri dari interaksi sosialnya. Selain itu, perasaan positif yang dikembangkan juga dapat membantu pelaku self-injury memiliki kepribadian yang compassionate, dimana dalam hal ini dukungan sosial juga berpengaruh terhadap tingkat self-compassion pada individu. Adanya kepercayaan yang dikembangkan pada orang dan lingkungan sekitarnya serta dukungan sosial juga dapat memengaruhi self-compassion.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline