Lihat ke Halaman Asli

Soneta Hutan Hujan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam makin temaram, tapi aku masih saja mengeja jiwamu dan menerka-nerka lekuk hatimu. Hati yang kau sembunyikan di balik lapisan kelok liukan kata. Kata-kata yang bertumpuk merapat, tebal merimbun bagai gugusan pepohonan belantara hutan hujan yang enggan kumasuki. Hutan hujan tempatmu timbul tenggelam. Tempatmu menghirap, sirna lalu muncul kembali.

Kukira engkau kabut dingin banal belaka yang tak pernah jemu menggerayangi setiap pagi yang jatuh di pucuk belantara. Akan tetapi ternyata kau adalah sepasang mata bercahaya yang takpernah lekang mengintai dari balik kelindan belukar gelap rimba basah yang enggan kujejaki.

Mata yang menyorotkan cahaya purba yang menerabas hingga jauh ke ujung relung labirin hati, meski sudah kubentangkan benteng waktu di antara kita. Aaah! Aku tak menyukai permainan ini. Mengapa aku hanya mampu membaca punggungmu yang hana dan kelam sementara cahaya matamu memantik sinar yang memandumu menelisik sekujur benakku.

Maka kupanggil si rajawali keramat yang akan membawaku terbang menjauhi belantara hutan hujan yang enggan kususuri. Aku melayang. Melayang tinggi dalam kepak raja elang. Samudera langit dan lautan awan membuatku tersungkur dalam nidera. Aku terjebak mimpi nirwana. Mimpi sarat harum mawar berlumur manis anggur. Lepas, bebas, tak terbatas.

Rajawali menukik deras. Aku terjaga dari mimpi lawas. Betapa lembut sayap-sayap ini. Aaah! Bukan! Aku bukan dalam pelukan sayap. Aku terpasung dalam rengkuhan rimbun dedaunan belantara hutan hujan yang enggan kuhampiri. Rengkuhan hangat beraroma sitrus dan cemara.

Sepasang mata bercahaya purba menyeruak dari balik hijau pekat. Membuatku tercekat. “Halo,” katamu. Aku terdiam. Kau tersenyum. Hening. Tapi ada yang gaduh di antara kita. Hatiku melarikan diri dariku. Hatimumenghambur menyongsong. Keduanya berpagutan erat tanpa malu. Lalu hutan hujan tanpa ampun melantunkan sonata cinta. Aaah…

Octaviana Dina

Jakarta, 23 Mei 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline