Ada sebuah ungkapan yang mengatakan ‘uang bukan segala-gala’nya, tapi segalanya perlu uang’, jika didalami lebih lanjut sepertinya kita seumur hidup suka tidak suka tidak akan terlepas berhubungan dengan benda yang satu ini sejak kita dilahirkan sampai nanti masuk ke liang lahat. Sepertinya sangat sulit melepaskan diri dari keterikatan dengan benda ini, sekeras apapun usaha yang dilakukan seringkali berakhir kepada kekalahan manusia dan kemenangan buat uang
Kasus penipuan mengenai menggandakan uang yang terjadi baru-baru ini rasanya bukan baru terjadi pertama kali ini, sudah sering kita dengar berpuluh-puluh kali kasus serupa walaupun dengan bungkus yang berbeda, mulai dari bungkusan bisnis model sampai bungkusan agama. Hebatnya kasus ini terus berulang dari waktu ke waktu dan memakan korban yang tidak sedikit dan tanpa pandang bulu pula, mulai dari orang yang cuma punya harta pas-pas’an sampai dengan orang yang memiliki kekayaan melimpah. Tidak tanggung-tanggung bahkan ada yang tertipu sampai Rp.200 milyar.
Mungkin kalau terjadi dengan warga miskin dapat ‘dimengerti’ yang disebabkan karena rendahnya pengetahuan, tergiur janji manis bisa cepat menjadi kaya dan lain sebagainya. Justru yang miris itu adalah menimpa juga kepada orang-orang yang secara materi sangat melimpah harta kekayaannya.
Uang merupakan salah satu yang sering membuat manusia kuatir, dalam benak manusia secara tidak disadari selalu berpikir bahwa jika memiliki uang yang berlimpah maka hidup akan aman dan damai sejahtera yang pada kenyataanya seringkali tidak demikian. Malah yang memiliki harta berlimpah ruah tersebutlah yang tingkat rasa kuatir, perasaan gelisah dan rasa ketakutannya sangat tinggi. Kadang kala kekayaan yang berlimpah malah membawa pemiliknya terjerumus dalam kehidupan dan tak sedikit yang berakhir pada kematian.
Dalam masyarakat umum, keberhasilan hidup seringkali diukur seberapa banyak uang atau harta yang dimilikinya. Bukan berarti kita tidak boleh memiliki uang atau harta yang melimpah, akan tetapi seharusnya kita yang menjadi tuan dari uang / harta tersebut bukan justru kita yang diperalat / menjadi hamba uang / harta kekayaan tersebut. Uang memang penting akan tetapi jangan sampai hidup ini diatur oleh uang. Uang adalah benda mati bukan mahluk hidup sehingga harus mampu kita kendalikan, jika tidak berhati-hati maka uang mempunyai kuasa untuk mengendalikan kehidupan kita.
Ternyata cinta akan uang memang tidak memandang status manusia, mau miskin atau kaya, bodoh atau terpelajar, semuanya suka (cinta) akan uang, gejala apakah ini ? mengapa hal ini terjadi ?
Lelah akan Kesulitan Hidup
Mungkin hal ini merupakan salah satu faktor, karena bisa jadi selama ini telah bekerja keras seumur hidup membanting tulang dan berupaya kesana kemari ternyata hasil yang didapat dianggap kurang / tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya tanpa berpikir panjang, lebih memilih jalan pintas melalui penggandaan uang untuk mendapatkan itu semua.
Serakah
Merupakan salah satu sifat manusia yang sulit diberantas. Sifat ini sudah ada sejak zaman dahulu, di era sekarang perilaku ini sudah bagaikan virus yang menjangkiti manusia dari hampir semua lapisan sosial tanpa terkecuali. Tidak pernah merasa cukup dan puas, ingin selalu mendapatkan lebih dari apa yang telah dimilikinya saat ini walaupun yang dimilikinya itu sudah lebih dari cukup, tak akan terpikirkan untuk mengucap syukur. Perilaku serakah ini memang tidak ada batas’nya, selama masih mampu meraup lebih banyak maka akan berusaha meraup sebanyak-banyaknya bahkan jika perlu merampas yang bukan menjadi hak atau miliknya.
Uang Rp.200 milyar jika didepositokan dengan bunga 6% per tahun dan dipotong pajak 20%, maka pendapatan dari bunga per bulannya adalah sebesar Rp.800 juta. Suatu jumlah yang sangat besar dan tidak terbayangkan bagaimana cara menghabiskan uang segitu banyak dalam 1 bulan walaupun mungkin sebagian telah dikucurkan juga dalam bentuk sumbangan / sedekah. Sekali lagi, jika dengan uang segitu besar masih juga tergiur menggandakan uang apa nama yang tepat disematkan kecuali SERAKAH ?