Sudah dua hari belakangan ini seisi sekolah dibuat gaduh oleh berita munculnya makhluk raksasa yang sangat menyeramkan. Semua itu bersumber dari kesaksian Jaka, salah satu murid kelas lima. Jaka mengaku pernah melihat tentakel makhluk raksasa berayun-ayun melintasi tembok di belakang kelas lima. Ditambah lagi pengakuan sejumlah murid dan Pak Soleh selaku wali kelas, yang kerap menangkap suara lengkingan-lengkingan aneh tepat dibalik tembok yang sama.
Hari itu hari ketiga. Suasana makin mencekam. Saat pergantian jam pelajaran, suara lengkingan itu tiba-tiba saja bersahut-sahutan membuat seluruh kaca jendela bergetar. Semua murid kelas lima tampak panik. Sebagian berhamburan keluar kelas. Sebagian lain pasrah berlindung di bawah mejanya masing-masing. Sementara ditengah-tengah halaman, Pak Soleh berdiri diam dengan sebuah toa di tangan. Wajahnya mendongak dengan kedua tulang pipi bergetar. Toa di tangannya terlepas begitu kilau tentakel raksasa menghalangi cahaya matahari menyentuh wajahnya.
"Habislah kita." Bisiknya.
----------Di Balik Tembok Kelas Lima -----------
Di ufuk barat, surya bak nyaris menyentuh tanah. Namun kawanan debu belum kehabisan angin untuk terus dan terus melayang. Aku duduk di kedai kopi tak jauh dari sebuah eksavator yang siap untuk diderek pulang. Pikiranku menerawang. Mengenang masa kecil bersekolah disini. Selain gelak tawa, masa-masa itu juga menyisakan sejarah kelam.
Dua puluh empat tahun yang lalu, atap bangunan kelas lima tiba-tiba rubuh. Semua murid tewas berikut wali kelas yang tengah mengajar. Tak terkecuali Jaka sahabat karibku. Aku selamat karena hari itu bolos dan asyik membaca komik disebuah kios buku sewaan. Kejadian itu tak membuat pemerintah setempat berinisiatif membangun ulang seluruh bangunan. Mereka hanya sekedar mengganti bagian-bagian yang rusak. Dan seminggu yang lalu, atap yang sama kembali roboh. Untunglah hari itu hari libur sehingga tak ada nyawa yang harus hilang. Peristiwa itu kemudian membuat seluruh alumni mendesak bangunan sekolah diratakan dan dibangun ulang. Dan syukurlah tiga hari ini pekerjaan tahap awal sudah berjalan.
Sedatangnya gelap, aku sempat bergidik. Seolah kulihat kawan-kawan kecilku berlari keluar dari bangunan kelas lima yang kini sudah rata. Rata oleh ayunan moncong eksavator bak tentakel raksasa.