Lihat ke Halaman Asli

One Hand for One Love

Diperbarui: 27 Oktober 2018   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tinnnn...tinnnnn!!!" hiruk pikuk di Jakarta tidak pernah usai. Kala itu Yudhi harus bersabar dengan kemacetan di malam minggu. Kali ini kesabarannya terasa sudah mau habis. Sebab dia harus segera mengerjakan laporan magangnya yang kini kian menumpuk. Kopaja yang yang dinaikinya tidak mengurangi garangnya saat menembus kemacetan.

"Woy tolol, pelan-pelan, tau nggak ni lagi macet!!!" terdengeran seruan pengendara mobil.

Hal ini menambah kencang urat kepala Yudhi yang tak sabar untuk segera pulang. Seorang nenek yang duduk disebelah sampingnya tampak mual dengan cara mengemudi supir kopaja yang ugal-ugalan. Yudhi tampak was-was jika suatu waktu sang nenek yang duduk disebelahnya muntah.

Untung saja diperempatan Ciledug ia segera turun lalu mencari angkot. Namun hal itu semakin menambah kejengkelannya, sebab dilihatnya seorang bapak berpeci tampak sibuk dengan smarthphone digenggamannya. Ia tampak menandai postingan digrup whatsapp yang berisi hoax "masuk surga jika share keorang-orang". Orang-orang tampak kesal dengan supir angkot itu, padahal sudah penuh sesak.

"Bang masih lama nggak nih?" Yudhi bertanya dengan ketus karena kesal.

"Bentar dua orang lagi" jawab sang supir yang masih ngetem dipinggir jalan.

Hari itu mau tak mau ia memilih turun lalu mencari ojek online. Sesampai di kos, Yudhi merebahkan diri sejenak, lalu mandi dan melanjutkan menulis laporannya. Hari ini yang paling mengesalkan selama hidupnya. Sejenak ia merasa menyesal magang di Ibu Kota yang penuh polusi dan masalah.

Maklum, ia tidak punya siapa-siapa disana, dan untuk mendapatkan kos yang murah, mau tak mau ia harus mencari di daerah luar Jakarta. Ia tidak lagi berminat lagi untuk bekerja di perusahaan asuransi tempatnya magang. Meskipun ia mendapat gaji yang lumayan untuk menunjang hidupnya di Ibu Kota.

Ia melihat sendiri bagaimana cueknya karyawan disana, meskipun hanya ada satu yang bisa akrab dengannya. Tugas menginput data mulai dijalani dengan rasa bosan. Ia butuh piknik untuk melepas belenggu rasa bosan. Namun apa daya, ia hanya mendapatkan satu hari libur yang tak cukup untuk melepas rasa penatnya.

Suatu ketika saat melewati jembatan penyebrangan orang (JPO), iya melihat beberapa anak muda yang sedang asik bercengkrama dengan anak jalanan. Namun ia tidak menghiraukannya, ia terus berjalan dengan rasa lelahnya sembari menunggu kopaja lewat. Tampak seorang perempuan menghampirinya menawarkan donat padanya, dengan cuek Yudhi menolaknya.

Yudhi terus memperhatikan wajah perempuan itu, tampak familiar baginya. Kopaja yang ia tunggu akhirnya datang, dan menikmati macetnya Jakarta seperti biasanya. Hari Minggu sekaligus hari liburnya, Yudhi datang ke gereja. Ia bertemu dengan perempuan yang menawarkan donat padanya. Tampak ia datang sendirian dan duduk dibangku paling depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline