Lihat ke Halaman Asli

Menakar Penggunaan WhatsApp

Diperbarui: 25 Juni 2020   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penggunaan WhatsApp di kalangan pekerja kantor Indonesia sudah semakin kebablasan.

Coba lihat folder aplikasi WhatsApp di telepon pintar anda, ada berapa banyak gambar, video dan dokumen terkait kantor yang mengisi ruang simpan gawai anda?

Dengan rata-rata 65 miliar pesan terkirim dalam satu hari, atau kurang lebih 29 juta pesan dalam satu menit, sungguh sudah tidak bisa dibedakan antara pesan dinas dan pesan non-dinas yang berseliweran di lalu lintas data WhatsApp. Berapa banyak dokumen kantor/dinas yang dikirimkan antar pekerja dengan alasan kemudahan berkoordinasi?

Berapa banyak Surat Keputusan, Surat Edaran, Surat Perintah, dan nota/memo yang dikirimkan lengkap mulai dari kop surat sampai tanda tangan Pejabat/Direksi, tersimpan di server WhatsApp di Menlo Park, California?

Mungkin anda bertanya, lalu apa masalahnya? Di sisi lain dari kemudahan yang ditawarkan WhatsApp, terdapat sisi gelap skema bisnis internet yang diterapkan WhatsApp. Mengingat pengguna tidak dibebani biaya berlangganan layanan, dan tidak ada iklan di platform WhatsApp. Bagaimana perusahaan mendapat laba? Dalam skema bisnis internet mutakhir, pelanggan utama aplikasi semacam WhatsApp bukanlah pengguna, tetapi perusahaan/organisasi lain yang memanfaatkan data pengguna.

Skema Bisnis Cross-fertilization

Cara mendapatkan keuntungan di era media sosial berbasis internet tidak sama seperti di era media cetak, yaitu pada biaya berlangganan (subscription) dan atau tempat iklan pada media.

Skema bisnis internet merevolusi hal tersebut dengan memberikan keuntungan dari data-data tentang: profil lengkap pengguna, hobi dan kebiasaan pengguna, browsing history pengguna, dan bila memungkinkan, preferensi politik serta sosial dari pengguna.

Data-data ini berani dibeli mahal oleh organisasi/perusahaan yang membutuhkannya, perusahaan retail atau belanja daring misalnya, untuk keperluan directed-marketing, atau organisasi survei misalnya, untuk ‘directed-marketing’ politikus dan atau partai politik.

Kira-kira skema bisnis inilah yang membuat Facebook membeli Whatsapp, sebuah aplikasi pesan instan yang tidak memiliki laba namun memiliki 450 juta pengguna aktif (pada saat itu), senilai 19 miliar dollar amerika.

CEO Facebook, Mark Zuckerberg, memastikan bahwa layanan Whatsapp akan tetap gratis dan bebas iklan bagi para penggunanya, sekaligus menyatakan dengan tegas bahwa biaya berlangganan dan iklan bukanlah skema yang dia gunakan untuk mencari laba dari Whatsapp.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline