Jamu gendong, ramuan tradisional khas Jawa, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat selama berabad-abad.
Minuman herbal ini menawarkan solusi kesehatan alami yang diwariskan secara turun-temurun.
Salah satu sosok yang menjaga tradisi ini adalah Mbah Lutiyem, seorang perantau asal Wonogiri yang telah menjual jamu gendong di kawasan Kalitaman, Salatiga, selama puluhan tahun.
Setiap pagi, Mbah Lutiyem dengan tekun mengolah berbagai jenis ramuan jamu di rumahnya.
Ia menggunakan bahan-bahan alami yang segar, seperti jahe, kencur, kunyit, dan brotowali, yang dibelinya dari Pasar Blauran, Salatiga.
Setelah selesai meracik, jamu tersebut dituangkan ke dalam botol-botol kaca, ditata rapi di dalam tenggok, dan siap dibawa berkeliling untuk dijajakan.
Beragam jenis jamu ditawarkan oleh Mbah Lutiyem, mulai dari beras kencur yang menyegarkan, kunir asem yang kaya akan antioksidan, brotowali yang dikenal pahit namun berkhasiat, hingga jamu pahitan yang diyakini mampu mendetoksifikasi tubuh.
Selain itu, ia juga melengkapi peralatannya dengan gelas dan plastik untuk melayani berbagai preferensi pelanggannya.
Khasiat jamu tradisional ini tak perlu diragukan lagi. Ramuan alami tersebut dipercaya dapat meningkatkan imun tubuh, menjaga kebugaran, dan membantu memulihkan kesehatan.
Bahkan, ibu-ibu yang baru saja melahirkan sering mengonsumsi jamu untuk mempercepat pemulihan pasca-persalinan. Hal ini menunjukkan bahwa jamu memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan kesehatan masyarakat Jawa.
Di tengah arus modernitas yang membawa berbagai obat-obatan instan, jamu tradisional tetap diminati.