Pilkada serentak 2024 terus memantik kontroversi, tidak hanya di Jawa Tengah tetapi juga di Sumatera Utara.
Menantu mantan Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution, unggul dalam Pilkada Sumut, mengalahkan petahana Edy Rahmayadi.
Parcok
PDI Perjuangan kembali melontarkan tuduhan bahwa keberhasilan ini tak lepas dari peran "partai cokelat" atau keterlibatan aparat kepolisian dalam mendukung kerja elektoral.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyebut fenomena ini sebagai ancaman serius terhadap demokrasi Indonesia.
Joko Widodo sendiri menanggapi tudingan ini dengan singkat. Ketika ditanya tentang dugaan keterlibatan "parcok" di Pilkada Sumut, ia hanya meminta pertanyaan tersebut diajukan langsung kepada Bobby Nasution.
Respons ini menimbulkan perdebatan lebih lanjut tentang sejauh mana keterlibatan dan pengaruh keluarga politik Jokowi dalam kontestasi pemilu daerah.
Dampak Tuduhan "Parcok" terhadap Demokrasi
Tuduhan ini menjadi isu penting karena menyentuh masalah fundamental: netralitas institusi negara dalam proses demokrasi.
Jika benar ada "garis komando" dalam kepolisian untuk mendukung kandidat tertentu, maka ini bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga ancaman terhadap integritas demokrasi.
Aparat negara, yang seharusnya melayani seluruh rakyat tanpa pandang bulu, justru berisiko menjadi alat kekuasaan untuk kepentingan politik praktis.