Penurunan angka pernikahan di Indonesia dalam satu dekade terakhir menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat dan para pakar.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka pernikahan menurun hampir 30 persen, dan selama 10 tahun terakhir jumlah pemuda yang belum menikah meningkat hampir 10 poin.
Fenomena ini menandakan perubahan yang signifikan dalam pola hidup generasi muda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik ekonomi, sosial, maupun budaya.
Di tengah tren global yang lebih individualistis, generasi muda di Indonesia tampaknya juga mengadopsi sikap yang lebih pragmatis dan hati-hati terhadap pernikahan.
Faktor Ekonomi
Di zaman sekarang, banyak generasi muda yang menghadapi tantangan finansial yang tidak ringan, termasuk tuntutan untuk memiliki pekerjaan yang stabil dan biaya hidup yang terus meningkat.
Bagi sebagian besar pasangan, memasuki jenjang pernikahan membutuhkan kesiapan ekonomi yang matang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Biaya untuk acara pernikahan, hunian, serta kebutuhan hidup lainnya kerap menjadi alasan utama yang membuat generasi muda menunda pernikahan hingga mereka merasa lebih mapan secara finansial.
Kesiapan Mental
Generasi muda saat ini lebih kritis dalam mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan, termasuk kesiapan emosional untuk menjalani hubungan jangka panjang.
Banyak dari mereka yang menyadari pentingnya stabilitas emosional sebelum menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh tanggung jawab.