Falsafah Jawa "Ajining diri ono ing lathi, ajining raga ono ing busana" mengandung makna mendalam mengenai penghargaan terhadap diri dan perilaku.
Secara harfiah, ungkapan ini berarti bahwa harga diri seseorang tergantung pada ucapannya, sementara penampilan fisik dihargai melalui cara berbusana.
Menjaga Pikiran, dan Perkataan
Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini menuntun masyarakat Jawa untuk menjaga pikiran, perkataan, dan tindakan agar senantiasa mencerminkan nilai luhur dan jati diri bangsa yang terhormat.
Menjaga tutur kata dan tindakan bukan hanya penting untuk citra diri, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam konteks "ajining diri ono ing lathi," lisan atau tutur kata menjadi cerminan nilai seseorang. Orang yang bijak selalu berhati-hati dalam berucap karena menyadari bahwa kata-kata dapat memengaruhi orang lain, baik positif maupun negatif.
Kata-kata yang terucap sulit ditarik kembali, maka memilih kata-kata yang tepat, sopan, dan penuh makna menjadi bagian dari etika yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa.
Dengan menjaga tutur kata, seseorang tidak hanya menghormati dirinya sendiri, tetapi juga menunjukkan rasa hormat kepada orang lain dan lingkungannya.
Menjaga Cara Berbusana
Bagian kedua dari falsafah ini, "ajining rogo ono ing busana," menekankan pentingnya cara berpakaian sebagai bagian dari ekspresi diri.
Busana bukan sekadar penutup tubuh, tetapi juga menunjukkan karakter, status, dan penghormatan terhadap lingkungan sekitar.