Kesehatan mental dan kerohanian menjadi dua aspek penting dalam kehidupan modern yang sering dibahas.
Kesehatan mental adalah fondasi untuk hidup yang sehat; tanpa kondisi mental yang baik, seseorang kesulitan menghadapi tantangan sehari-hari.
Kesadaran akan tanda-tanda kesehatan mental yang buruk, seperti kecemasan dan depresi, perlu ditingkatkan untuk mendorong pencarian bantuan.
Kerohanian dapat berfungsi sebagai landasan membangun kesehatan mental. Melalui praktik spiritual, banyak orang menemukan makna dan tujuan yang mendukung kesejahteraan jiwanya.
Namun, ada ironi yang mencolok: dalam pencarian spiritual ini, individu sering kali melupakan kesehatan mental mereka, berusaha terlihat baik di mata orang lain meski dalam keadaan rapuh.
Kesehatan mental dan kerohanian saling berinteraksi; keduanya dapat memperkuat satu sama lain dalam proses pertumbuhan pribadi.
Namun, sering kali terdapat orang yang mengaku beriman tetapi tidak menunjukkan kedewasaan emosional, menciptakan paradoks yang perlu dipahami.
Mereka tampak damai di luar, tetapi di dalam, mereka berjuang dengan ketidakpuasan dan kebingungan. Kehidupan rohani kadang digunakan sebagai topeng untuk menutupi ketidakdewasaan mental.
Di balik penampilan tenang, mereka sering menyimpan konflik internal dan akar pahit dari pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan. Ironisnya, dalam usaha untuk menemukan kedamaian, mereka sering kali menambah beban emosional yang lebih dalam.
Ahli psikologi, Dr. Martin Seligman, mengemukakan bahwa kesehatan mental yang baik tidak hanya berarti bebas dari masalah, tetapi juga menemukan makna dan tujuan dalam hidup.
Ini menunjukkan bahwa kerohanian mendorong kesehatan mental, tetapi tidak boleh dijadikan pengganti untuk mengatasi masalah emosional yang mendalam.