Pada zaman sekarang, persepsi terhadap nasi tiwul telah berubah drastis dibandingkan era tahun 1970-an hingga 1990-an.
Dahulu, nasi tiwul dianggap sebagai makanan rakyat miskin di pedesaan, namun kini nasi tiwul semakin digemari oleh berbagai kalangan, termasuk masyarakat perkotaan.
Salah satu alasan utama popularitas nasi tiwul di masa kini adalah karena nasi ini dianggap lebih sehat dibandingkan nasi putih.
Nasi tiwul yang terbuat dari singkong memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dan indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan nasi putih yang terbuat dari beras.
Indeks glikemik yang rendah membuat nasi tiwul lebih lambat diserap oleh tubuh, sehingga dapat membantu menjaga kestabilan kadar gula darah.
Ini menjadikan nasi tiwul sebagai alternatif yang lebih baik bagi penderita diabetes atau mereka yang ingin menjaga pola makan rendah karbohidrat.
Karena alasan-alasan inilah, banyak orang yang mulai beralih ke nasi tiwul sebagai bagian dari gaya hidup sehat, terutama di tengah tren konsumsi makanan sehat dan alami yang sedang meningkat.
Kandungan gizi nasi tiwul yang lebih seimbang membuatnya menjadi pilihan favorit bagi mereka yang menginginkan diet yang lebih sehat dan alami.
Tidak hanya bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan, banyak orang yang mengonsumsi nasi tiwul sebagai bagian dari upaya menjaga berat badan ideal dan menghindari konsumsi karbohidrat berlebih.
Popularitas nasi tiwul bahkan sudah melampaui batas-batas geografis Gunungkidul, dan kini banyak ditemukan di restoran atau pasar modern yang menawarkan menu-menu tradisional bernuansa sehat.
Di berbagai tempat, nasi tiwul juga disajikan dengan inovasi kuliner yang lebih modern tanpa menghilangkan keaslian cita rasanya.