Sifat angkara murka yang ditampilkan oleh Kurawa dalam epos Mahabharata menggambarkan karakter yang dipenuhi oleh keserakahan dan keinginan untuk berkuasa tanpa batas.
Duryodhana, pemimpin dari seratus Kurawa, adalah representasi dari seorang pemimpin yang buta oleh ambisinya sendiri.
Segala cara, termasuk kecurangan dan kekerasan, dipilih untuk mempertahankan kekuasaan yang didapatkan secara tidak sah.
Dalam konteks kepemimpinan modern, sifat angkara murka ini mengajarkan bahwa kekuasaan tanpa landasan moral dan etika akan menghancurkan tatanan masyarakat dan menciptakan ketidakadilan.
Seperti yang digambarkan dalam Mahabharata, "Duryodhana bertindak sebagai dalang dari semua konflik, mengorbankan banyak jiwa demi ambisi pribadinya."
Ambisi Tanpa Kendali Membawa Penderitaan
Kurawa adalah simbol dari apa yang terjadi ketika pemimpin terjebak dalam nafsu kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan yang mereka miliki tidak membawa kesejahteraan, melainkan menciptakan konflik dan penderitaan.
Sifat angkara murka ini mengajarkan bahwa kekuasaan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar akan selalu membawa bencana, baik bagi pemegang kekuasaan itu sendiri maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam konteks ini, "Dalang dari semua penderitaan yang dialami oleh Pandawa adalah ambisi Duryodhana yang tak terpuaskan."
Sifat Angkara Murka
Dalam konteks Pilkada 2024, kita perlu melihat kisah Kurawa sebagai pengingat akan bahaya dari perebutan kekuasaan tanpa moralitas.